Jumat, 31 Januari 2020

Mereka Butuh Paksaan

Beberapa hari yang lalu, saya dibuat gelisah oleh tingkah pola anak - anak didik yang saat ini sedang berada di kelas 9. Bukan masalah nilai mereka yang jelek, bukan pula karena mereka tak santun pada guru. Anak - anak ini luar biasa, mereka sedang proses menuju gelar seorang hafidz, dan jangan diragukan bagaimana kemampuan mereka dalam matematika, mereka adalah anak yang luar biasa. Lalu apakah penyebab kegelisahan saya ? Gelisah saya karena mereka belum memiliki pertahanan yang kuat dalam menolak ajakan teman untuk bolos dan juga kabur dari sekolah. Mereka kerap sekali bolos sekolah hanya karena tidur di pondok, ya mereka adalah para santriwan. Kerap sekali kabur dan pulang sebelum bel pulang berbunyi, tak lain karena diajak teman untuk makan di luar sana. Telusur demi telusur saya menemukan suatu keganjalan dalam diri mereka. Mereka bukan anak - anak yang lemah banyak kekurangan yang kemudian bisa di bully kapan dan dimana pun. Mereka adalah sosok yang memiliki pribadi yang kuat. Namun, di sisi lain mereka ada beberapa teman yang berkuasa dan main ancaman ketika tak mau diajak. Alhasil telusur itu benar adanya, diantara teman mereka ada anak - anak yang berkuasa dan suka main pukul bahkan sebagai provokator dalam pengeroyokan sesama teman. Ini yang menjadi hati saya terasa pahit dan miris, sebuah kondisi yang menekan sana sini di saat mereka harus memiliki kemerdekaan menikmati hidup dalam dunia remaja mereka. 

Dengan adanya komunikasi antara saya dan mereka yang saya anggap sebagai Bos dalam pertemanan anak - anak, tentu saja komunikasi awal saya tak menekan supaya mereka manut. Namun komunikasi dua arah menjadi pilihan saya, dan akhirnya mereka semua termasuk Bosnya mengakui alasan mereka bolos dan kabur dari sekolah. Dengan berbagai alasan yang saya kategorikan sebagai masalah pada dunia mereka, akhirnya kami dalam dialog mencari kesepakatan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Akhirnya, tibalah beberapa peraturan dan perjanjian bersama mereka. Peraturan dan perjanjian yang mungkin terkesan menekan dan memaksa mereka. Tapi selama kurang lebih dalam 4 hari mereka berusaha mematuhi aturan tersebut dan berharap ini bisa menjadi kebiasaan baik mereka dan kemudian mereka menjadi pribadi yang kuat, tak mau lagi diajak bolos dan kabur dari sekolah. 

Inilah yang saya katakan bahwa mereka butuh paksaan. Entah berupa peraturan yang harus di tegakkan. Atau mungkin berupa perjanjian - perjanjian yang menekan dan memaksa mereka untuk menjadi sosok yang baik. Mereka masih labil, dunia mereka masih penuh dengan uji coba, mereka tak tahu apa dan bagaimana akibat akan semua perilaku mereka selama ini. Mereka takut akan ancaman teman, mereka tak mampu melawan untuk kebenaran. Dengan peraturan dan perjanjian, mereka dipaksa untuk berani bahkan mampu melawan teman - teman mereka yang selalu menjadi virus kenakalan. Dari semua ini tentu mereka butuh pengawalan dalam keseharian, pengawalan di sekolah, pesantren dan rumah. Semua pihak yang berada di sekolah, pesantren dan rumah harus kompak dan selaras, karena anak - anak butuh pengawalan ketat. Sekali lagi mereka adalah remaja, masa yang labil mudah ikut sana dan sini, takut dia yang kuat dan tak punya nyali untuk melawan balik teman yang main ancaman. Membentuk mereka menjadi singa yang kuat akan pendirian dan tak mudah terpengaruh oleh teman yang negatif.

Akhirnya, salam perjuangan ... Jadilah pribadi yang bermanfaat di mana pun kita berada.

Kamis, 16 Januari 2020

Pasca Natal - Parenting

Komunitas IHI (Ibu Hebat Indonesia)
Serial parenting online, Jum'at, 3 Januari 2020
Oleh : Ibu Muflikhatus Sholichah, MPdI


"Pasca Natal (pasca lahir) maka tugas orang tua selanjutya adalah bertanggung jawab atas kecerdasan anak - anak. Kesadaran orang tua akan tanggung jawabnya mencerdaskan anak akan memberikan pengaruh positif dalam pembentukan tanggung jawab dan pengkondisian lingkungan keluarga untuk mewujudkan anak - anak cerdas dan hebat. Karena dengan kesadaran tersebut menjadikan orang tua lebih arif dalam memilihkan dan menawarkan perangkat permainan, mengajak rekreasi dan pembentukan lingkungan anak yang mendukung proses belajar dan pencerdasan mereka", Tutur Ibu Muflikhatus Sholichah, MPdI dalam serial parenting online yang di adakan oleh Bimbel Rumah Pendidikan AVICENNA pada Jum'at, 3 Januari 2020, jam 20.00 sd 21.00 WIB via grup WA. Link bisa lihat di bagian bawah tulisan.

Pada pertemuan online yang ke-3 tersebut, bisa kita ambil materi bahwa tugas orang tua adalah mencerdaskan anak dan itu dimulai pasca lahir. Artinya, mendidik anak cerdas tidak dimulai sejak SD atau pun TK bahkan PAUD, melainkan sejak anak - anak balita sangat di anjurkan para orang tua peduli dan bisa arif dalam memilihkan mainan. Tentu saja mainan yang bisa memacu dan mengaktifkan seluruh bagian otak anak - anak kita. Tak jarang di antara orang tua, yang menuntut anak - anak mereka cerdas dan berprestasi di usia TK dan SD dan seterusnya tanpa peduli akan pemberian mainan pada anak - anak mereka. Lebih tragis lagi ketika orang tua tak pernah memfasilitasi mainan yang mendidik, dan kemudian menuntut anak mereka berprestasi di sekolah. Atau mungkin banyak diantara kita yang menuntut anak - anak memiliki nilai - nilai jauh tinggi di atas KKM ketika ulangan dan ujian semester, kita sebagai orang tua pinginnya bentak bahkan mukul ketika lihat anak - anak kita nilai ulangannya rendah. Kita dilupakan oleh ambisi mempunyai anak hebat namu lupa akan tugas kita sebagai orang tua. Lupa bahwa memiliki anak hebat bukan sesuatu yang terwujud secara tiba - tiba. Anak hebat terwujud oleh proses yang panjang dan mungkin panjang sekali. Anak hebat terbentuk oleh proses pendidikan yang dilengkapi dengan semua fasilitas - fasilitas yang ada. Anak hebat akan terwujud dengan berbagai pengorbanan. Pengorbanan waktu, tenaga bahkan materi pun sangat penting.

Mari Ayah Bunda, sedikit demi sedikit kita bersama merubah pola pikir dan cara pandang kita. Kita bisa memiliki anak hebat asal kita mau belajar menjadi orang tua hebat. Selain itu, anak hebat akan terbentuk oleh orang tua yang senantiasa rela akan pengorbanan waktu, tenaga dan juga materi. Karena anak hebat terwujud oleh sebuah proses panjang. Ketika anak - anak dewasa kita sudah menjadi pribadi yang hebat, maka orang tua juga akan menikmati semua hasil perjuangan. Mungkin akan ada rasa syukur yang luar biasa di hati kita para orang tua.


Selamat Beraktivitas ...

Jumat, 10 Januari 2020

Remajaku ingin bebas

Kejadian melompat pagar sekolah setinggi kurang lebih 3 meter pada minggu lalu masih terulang kembali pada minggu ini. Sepertinya melompat merupakan rutinitas si Amir. Dia melakukan hal ini ketika merasa bosan dan jenuh dengan segala peraturan yang ada serta kondisi yang membuat dia tidak nyaman. Bagi dia belajar di kelas dengan seabrek tugas dari guru merupakan sesuatu yang tak nyaman dan sangat membosankan. Dengan rasa yang seperti itu akhirnya berontaklah dia dengan berani meski sedikit tertantang dengan melompati pagar yang lumayan tinggi tersebut. Si Amir adalah salah satu siswa SMP yang usianya di rentan 13 - 15 tahun.

Anak di usia 13 - 15 tahun tergolong usia remaja. Dan remaja merupakan fase puberitas yang pertama kali di alami si anak. Dalam fase itu banyak sekali perubahan yang terjadi, mulai dari fisik sampai pada non fisik. Nah pada perubahan fisik, akan jelas terlihat jelas pada perubahan pada anggota tubuh mereka. Pada remaja laki - laki maka akan muncul jakun, suara lebih berat dan tumbuh bulu - bulu di area tertentu. Sementara pada perempuan, perubahan yang jelas adalah adanya pertumbuhan payudara yang semakin membesar, menstruasi dan tumbuh bulu - bulu di area tertentu. Sementara pada non fisik, perubahan yang nampak terlihat adalah mulai menyukai lawan jenis, tertarik mencoba sesuatu yang baru, dan semaunya gue yang penting nyaman serta ingin mencari identitas diri bahkan pengakuan pun ingin dia dapat dari semua orang. Tentu saja pada 2 perubahan ini, perubahan fisik adalah perubahan biologis yang memang pada usia - usia tertentu menjadi pertanda ada pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Sementara pada perubahan non fisik, hal ini ada kaitannya dengan pola asuh yang diterapkan ketika masa anak - anak dahulu. 

Semisal pada contoh kasus si Amir di atas, kasus melompat pagar sekolah. Sebuah akhlaq yang sangat tidak terpuji. Diluar dari pembahasan lingkup sekolah, di sini fokus pada pola asuh yang diterapkan oleh orang tua pada masa - masa anak dahulu. Penanaman akan ketaatan pada sebuah peraturan sangat perlu diberikan pada usia anak - anak. Tentu saja dengan metode yang menyesuaikan dengan usia anak. Mungkin banyak diantara kita yang bertanya - tanya, apa iya pendidikan kita di masa anak-anak berpengaruh pada usia remaja dan selanjutnya? Jawabnya, iya.

Ketika usia anak-anak telah mengalami proses pendidikan yang bagus, katakan saja pendidikan mengenai taat peraturan. Tentu saja, dalam mendidik hal ini, orang tua akan menerapkan berbagai aturan di rumah dan harus dijalankan setiap hari. Semisal, peraturan membereskan mainan setiap kali selesai bermain, tentu saja penggunaan perintah lebih diperhalus dengan kalimat ajakan serta pemberian contoh. Nah, dalam peraturan akan lebih baik jika ada reward dan punish, semisal rewardnya jika nanti setiap habis bermain kemudian dibereskan maka besok boleh ambil mainan yang sama. Namun, jika sebaliknya maka punish/sanksi adalah tidak boleh ambil mainan yang sama jika tidak mau membereskan mainan setiap kali selesai. Ini merupakan contoh penerapan peraturan di rumah pada masa anak - anak. Nah, jika peraturan ini konsisten dilaksanakan maka InsyaAlloh anak-anak akan terbiasa melakukan hal yang sama pada kegiatan lain selain bermain. Dan pastinya, penanaman disiplin di usia anak-anak akan lebih melekat sehingga hal ini akan terus di ingat - ingat hingga dewasa bahkan sampai tua. Nah, kembali ke masa remaja. Sekali lagi masa remaja merupakan kelanjutan dari masa anak - anak. Jika penanaman disiplin dilaksanakan sejak awal maka di usia remaja, mereka akan tetap menerapkan disiplin dalam kehidupan mereka termasuk di sekolah juga. Sehingga dengan semua itu, tidak akan ada kasus pelompatan pagar di sekolah. Sehingga tak akan ada lagi ungkapan " Remajaku ingin bebas"

Oke, semoga manfaat ...
Semua yang tertulis lebih diutamakan untuk perbaikan diri. Akan sungguh luar biasa jika kemudian tulisan ini memberikan kebaikan kepada yang lain. Menyayangi anak dengan tepat adalah kunci kebahagiaan orang tua. Terimakasih 

Rabu, 08 Januari 2020

ALKOHOL

Pagi ini masih di fokuskan pada anak - anak yang datang terlambat sekolah. Mulai dari kelas 7 hingga kelas 9 terkumpul menjadi satu di halaman untuk menerima sanksi, berikut dengan tas sekolah mereka pun terkumpul jadi satu di ruangan guru. Seperti biasa, di saat anak - anak menerima dan melaksanakan sanksi berupa baca istighfar 1000 kali di halaman, kami para guru piket mulai menggeledah tas anak - anak yang terlambat. Diantara tas - tas yang kami buka, ada satu yang membuat kami kaget yakni ditemukan alkohol 70 % sebanyak 1 botol. Pikiran kami saat itu negatif, tak ada lain pasti alkohol itu dipakai sebagai bahan campuran minuman anak tersebut. Prasangka kami bukan tanpa dasar tapi kami sadar kami sedang menghadapi anak - anak usia remaja yang labil. Usia yang harusnya mereka ada pendampingan dari orang tua namun tidak mereka dapat karena adanya perceraian. Sementara anak saat ini tinggal bersama paman, selanjutnya paman menitipkan  dia pada sebuah asrama. Telusur demi telusur ada titik kejelasan bahwa dia memang benar - benar memakai alkohol tersebut untuk di campur pada minumannya. Alkohol dia minum dengan tujuan supaya bisa fly, tak ada beban, bisa santai. Ada sorot mata kesedihan dan kemarahan yang kami lihat. Kesedihan dan kemarahan yang terpendam dan tak bisa terucap akhirnya terlampias pada minuman keras yang murah dan meriah. Kesedihan dan kemarahan akan sebuah kondisi hidup dalam sebuah keluarga, sedih kenapa orang tua harus berpisah, sedih karena saat ini tak tempat untuk berkeluh kesah, bercanda ria bahkan untuk sekedar merengek. Kemarahan karena merasa diri terbuang, merasa diri tak disayang lagi sama Ayah Bunda. Ayah Bunda sudah disibukkan dengan dunianya masing - masing, dengan keluarga barunya masing - masing. Sementara dia bersama adik kecil yang masih duduk di bangku sekolah dasar harus hidup sendiri di sebuah asrama. Keyakinan kami kesedihan dan kemarahan yang dia pendam selama ini tertuju kepada orang tuanya. Karena dia memakai alkohol sebagai minuman fly ini sejak kelas 6, selang beberapa bulan dari perceraian kedua orang tuanya. 

Ayah Bunda, perceraian mungkin merupakan satu - satunya solusi buat sepasang suami istri yang sedang bermasalah. Dengan bayangan setelah bercerai maka hidup bisa lebih baik dan bahagia. Namun pada kenyataannya, semua serba terbalik. Kondisi rumah tangga yang baru mungkin bahagia bak pengantin baru yang lengkap dengan honeymoonnya. Mungkin juga dengan bercerai, akan ada kebebasan kerja dan kerja, fokus bekerja siang malam tanpa ada hiruk pikuk yang namanya keluarga. Namun, saat semua harapan terbayang, sempatkah kita berpikir akan harapan - harapan dari anak - anak kita. Ayah Bunda, tak salah jika memang harus bercerai, namun tetap berpikirlah bahwa anak - anak masih butuh orang tua, butuh pendampingan, butuh sosok yang bisa memanjakannya. Kalau mungkin ada yang berpikir dititipkan ke paman karena statusnya bisa menjadi orang tua, apakah pernah berpikir, bisakah anak - anak terbuka dengan pamannya? Ayah Bunda, anak akan lebih dekat dengan kita sebagai orang tua karena memang anak adalah darah kita. Ada pertalian dan ikatan yang sangat erat. Apalagi ketika kasih sayang orang tua kepada anak maka pertalian semakin kokoh. Ada banyak hal yang ingin di ungkap di sini terkait perceraian, karena kemyataannya perceraian hanyalah sebuah proses melampiaskan ego masing - masing.

Ayah Bunda, mari bersama kita ingat tujuan pernikahan kita. Bukankah di dalamnya ada tujuan untuk memperbanyak keturunan? Ketika itu terwujud, ada janin yang tumbuh di rahim kita, Bunda. Ayah senantiasa menjaga dan selalu mengecup perut Bunda hanya untuk mendengar detak jantung bahkan tendangan kaki mungil dari balik kulit perut Bunda. Ketika lahir, masya Alloh, kebahagiaan yang luar biasa tergambar dalam wajah - wajah dan aktivitas kita. Ketika dia berumur 3 tahun, lucunya Ayah Bunda... tak ada lelah, tak ada amarah semuanya serba bahagia dan selalu ada canda tawa. Seiring itu ada harapan - harapan besar, kelak ketika engkau besar nak, jadi dokter ya ... Ah, ketika mengingat itu semua, ada senyum seakan kembali ke dunia lampau.

Namun, semua itu Anda rusak dengan sebuah perceraian. Mungkin Anda bahagia dengan suami atau istri baru, Namun coba tengok anak Anda yang lalu, bahagiakah dia? Tidak ... tidak. Bahkan kini dia tumbuh menjadi pribadi yang lemah, cengeng dan labil, tapi itu bukan salah mereka. Secara tidak sadar, Ayah Bundalah yang membentuk anak menjadi sosok yang lemah tanpa pendirian. Harapan - harapan yang dulu sempat terajut, kini menjadi benang - benang kusut yang susah di urai. Kini, semuanya menjadi ruwet dan serba sulit. Dan anak yang dulu kita timang - timang, kini menjadi musuh buat kita yang dulu sempat menjadi The first of love...

Mari bersama kita menjadi orang tua yang selalu ada buat anak - anak kita. Mereka butuh kita, mereka ingin di manja, dimarah bahkan mereka selalu merindukan pelukan kita. Pelukan kita kepada anak tak bisa diganti oleh siapa pun, pelukan kasih sayang penuh dengan kehangatan. Ada rasa nyaman dan aman ketika bersama Ayah Bunda. Mari bersama kita renungkan dan berdoa supaya anak - anak kita menjadi pribadi yang kuat yang tak mudah hanyut oleh arus pergaulan bebas... Aamiin.

Selasa, 07 Januari 2020

CINTA

Cintailah dia sewajarnya
Jangan kau beri dia seratus persen
Hingga engkau disebut cinta buta
Buta akan semua hal
Tak bisa lagi melihat mana kebenaran
Dan mana itu kesalahan
Engkau tak lagi melihat orang lain adalah Saudara
Kini, engkau cuma ada rasa benci kepada saudaramu
Engkau lupa akan kebenaran di sampingmu
Dan engkau adalah korban dari kebutaan akan CINTA

Senin, 06 Januari 2020

Anakku Calon Pebisnis Ulung

Di sela obrolan saya bersama karyawan bimbel, tiba - tiba HP berdering dan dengan permisi saya buka dan angkat telpon genggam itu... ealah ternyata si Nizam, putra sulung yang saat ini berusia 7 tahun. Dalam telponnya dengan jelas dan runtut, dia mengatakan : "Bunda, jangan lupa nanti pulangnya belikan aneka buah, plastik, gelas dan sendok kecil ya ... saya tunggu jam 8 malam harus sampai di rumah". Nah lho, senyum tipis dan rasa nano nano mulai menyeruak sambil berkata dalam hati " Hadeeh... kok malah Bundanya diperintah belanja!". Namun, apalah dikata karena ada rasa bangga dan kagum, akhirnya berangkat juga untuk belanja sesuai pesanan. Ayah Bunda, sedikit cerita ya, ini Nizam anak saya berniat mau jualan es buah di tempat Bimbel Bundanya, gegara ada kulkas pinjaman dari omnya yang ditaruh di bimbel. Dan semakin bikin senyum aja ketika dia bilang bahwa semua uang hasil jualan es harus diserahkan ke Nizam, entar mau dikumpulin dan kalau sudah banyak akan dibuat beli mobil, Nah lho ... kan gak bisa ditahan ni senyum, dengerin celoteh anak 7 tahun kayak anak dewasa yang udah kerja aje. Jadi terbersit dalam hati kayaknya Anakku calon pebisnis ulung... Aamiin, hehehe. Tapi maklumlah, kayaknya semua tingkahnya meniru apa yang dilakukan oleh Ayah Bundanya yang saat ini sedang merintis berbagai usaha wiraswasta. Tanpa kami sadari, ternyata apa yang kami lakukan saat ini, diterima oleh anak - anak dan sampai berkeinginan punya usaha sendiri.

Ayah Bunda, cerita diatas adalah fakta. Bukan berniat curhat atau pamer. Tapi di sini saya ingin sekali menyampaikan bahwa anak - anak itu adalah peniru yang ulung, hampir semua yang dilakukan Ayah Bunda akan di rekam dengan sangat kuat bahkan rekaman itu bisa dia wujudkan dengan nyata tanpa adanya perintah atau ajakan. Ayah Bunda, Anak kita adalah rekaman kita. Maka anak sholeh dan sholehah itu ya tergantung pendidikan atau gaya hidup yang diterapkan Ayah Bundanya di rumah. Kesholehan anak - anak kita adalah tanggung jawab kita sebagai orang tua, bukan tanggung jawab sekolah. Lalu, bisa Anda bayangkan jika di rumah gaya hidupnya ala barat maka anak - anak ya cenderung bergaya hidup barat. Jika dalam rumah kita ada gaya hidup islami maka yang tebentuk di anak kita adalah anak yang bergaya islami.

Ayah Bunda, banyak di antara kita yang kurang menyadari bahwa anak itu adalah cerminan kita. Sehari semalam terdiri 24 jam. Di dalamnya ada jam sekolah mulai jam 06.30 WIB hingga 13.30 WIB, jumlah 7 jam di sekolah. kemudian sore ngaji jam 16.00 WIB - 17.30 WIB, jumlah 1,5 jam. Jadi total anak kita belajar di luar adalah 8,5 jam dalam sehari semalam. Selebihnya, atau kurang lebih selama 15,5 jam anak - anak bersama Ayah Bundanya di rumah. Lalu, ketika anak Anda nakal yang disalahkan adalah guru - guru di sekolah atau guru ngaji, salahkan? Bukankah anak lebih banyak bersama dengan Ayah Bunda, kenapa harus orang lain yang di salahkan.

Ayah Bunda, Andai kita mau menggunakan waktu 15,5 jam untuk mendidik anak - anak kita dengan maksimal maka bisa diprediksi anak - anak kita akan menjadi sosok seperti apa yang kita didik. Menjadi orang tua tidak ada sekolah khusus, namun dengan kesadaran untuk terus menggali ilmu dari berbagai sumber tentu akan sangat luar biasa. Karena ilmu itulah yang akan mendampingi kita dalam mendidik anak - anak kita sesuai dengan harapan kita sebagai orang tua. Jadi mari bersama sama kita menjadi orang tua yang bisa menggiring anak - anak kita menjadi pebisnis ulung atau profesi apa saja, yang terpenting adalah anak - anak kita menjadi pribadi yang sholeh sholehah.

Selamat pagi dan sukses berkarya !


Minggu, 05 Januari 2020

Yuk, berlomba nak ... Parenting edition

Yuk, berlomba nak ...

Hmmm, pagi cerah pagi ceria. Cerita menarik pagi ini adalah berlomba merapikan tempat tidur with my son. Pagi ini, Bunda sedang merapikan tempat tidur, tiba - tiba si kecil masuk dan sekalian deh di ajak merapikan tempat tidurnya sendiri. Tentu saja, ajakan ini berupa lomba antara Bunda dan Anak. Yuk, berlomba nak ... Kita berlomba merapikan tempat tidur. Yang tempat tidurnya paling rapi, dialah pemenangnya. Mulai beraksi kami berdua. Di tengah asyiknya aksi kami, tiba - tiba si kecil mulai mengeluh dan kemudian bertanya : " Bunda, Aku gak bisa ngerapiin tempat tidurnya, nih jelek ! " Dengan muka masih sedikit cemberut, dia bertanya : " Gimana sih biar rapi kayak punyanya Bunda? ". Akhirnya, dengan sabar dan telaten, Bunda mulai mengajarkan cara merapikan tempat tidurnya. Wal hasil, akhirnya dia berani membanggakan kepada Bundanya bahwa tempat tidurnya pagi ini adalah yang paling rapi, " Bunda, tempat tidurku rapi banget kan ... yeee, aku menang, aku menang !" Dan Bunda pun tersenyum dan beri acungan jempol buat anaknya. Dan lanjut siang, ketika hendak tidur siang, di depan anak, sang Ayah pun memuji : " Wah, pintar sekali ya ... tempat tidurnya rapi banget. " Dan Anak pun bangga tak karuan karena kedua orang tuanya memuji dan mengakui kepintarannya dalam merapikan tempat tidur ... Dan hari - hari berikutnya, tanpa susah payah mengingatkan kembali, si kecil tanggap langsung merapikan tempat tidur setelah bangun dari tidurnya.

Wahai Ayah Bunda, cerita di atas sekelumit cerita tentang bagaimana kita mengajarkan sesuatu tanpa harus menggunakan nada keras dan bersifat memaksa. Anak - anak sangat perlu sekali kita ajarkan sikap tanggung jawab sedini mungkin. Karena karakter itu bisa terbentuk dari kebiasaan. Dan kebiasaan bisa berjalan jika Ayah Bunda sudah mengajarkan kepada anak - anak sejak kecil. Dan semua yang kita ajarkan, akan diterima dan bisa dilaksanakan jika kita dalam penyampaiannya tepat dan waktu yang tepat pula.

Nah, Ayah Bunda ... Ajarkan anak - anak sikap tanggung jawab sedini mungkin. Mungkin Anda lelah karena kecilnya si anak. Tapi ingat, kelak ketika anak dewasa dan Anda mulai menua, Anda tak berlelah - lelah lagi untuk mengajarkan itu semua. Tidak ada yang instan, semua hal butuh proses. Termasuk ketika kita menginginkan mempunyai anak yang bertanggung jawab.

Dan yang tak kalah pentingnya adalah Ayah Bunda jangan pelit memuji anak ya ... Karena dengan pujian, anak merasa diakui dan reward atau hadiah itu juga penting lho, meski sekedar acungan jempol atau kecupan sayang buat sang buah hati tersayang.

Oke, Selamat beraktivitas ...

Jumat, 03 Januari 2020

GURUKU HEBAT, GURUKU BERAKHLAK MULIA

Tiba - tiba keinginan menulis tentang akhlak begitu menggebu. Saking menggebunya tidak mau ditunda esok dan esoknya lagi. Maklum emosi saya lagi tinggi saat ini ... hehehe, emosi yang cenderung pada kemarahan namun ku lampiaskan pada tulisan.... hadeeeh banget kan. Blog jadi korban ... hmmm. Gak apa - apa, Insya Alloh itu amarah yang positif ya reader? Yup

Sedikit bercerita, barusan sempat chattingan sama teman sekantor dan seprofesi sebagai guru. Chattingan dalam sebuah grup WA yang kemudian terpancing saat dia serasa lupa akan sebuah amanah. Amanah menjadi ketua sebuah Tim dalam sekolah kami. Sontak, saya yang merasa lebih tua dan menulis hasil rapat seakan terbakar ketika dia bertanya : " Kapan pembentukan panitianya bu, saya kok ndak tau, maaf ! " Sebuah pertanyaan yang tak layak diungkapkan, apalagi di hari - hari sebelumnya hasil sudah kami share dalam grup yang sama. Alhasil, jadilah curhat di sini ... hehehe. Yup, kembali ke pembahasan.

Akhlaq mulia lebih ditekankan lagi dalam penilaian kurikulum 2013 di tahun 2021 depan. Penilaian siswa terkait akhlaq ini tentu memiliki ruang lingkup yang amat luas. Akhlaq tersebut meliputi Akhlak kepada Alloh SWT dan sesama manusia. Yang pertama adalah Akhlaq kepada Alloh SWT, sudah sangat tentu akhlaq ini meliputi bagaimana hubungan kita kepada Alloh SWT dan bagaimana pula cara kita dalam melakukan hubungan itu, tentu memiliki etika, tata cara atau bisa juga disebut sebagai akhlaq. Hubungan kepada Alloh SWT berarti terkait ibadah harian kita. Jika dalam menjalin hubungan (ibadah) sama Sang Kholiq sangat bagus dengan etika atau akhlaq yang sesuai dengan tuntunan sudah barang tentu seseorang itu akan memperhatikan bagaimana etika atau akhlaqnya kepada sesama manusia. Nah, dalam hal pembelajaran di sekolah yang diakhiri dengan penilaian dan refleksi, tentunya yang harus mengajarkan akhlaq atau etika kepada anak - anak adalah guru. Guru yang mana ? Menurut saya semua guru harus mampu mengajarkan akhlaq ini kepada semua murid - muridnya. Lho, di madrasah kan ada guru agama, yakni guru akidah Akhlaq? Yup, benar. Namun pada kapasitasnya sebagai guru agama yakni guru akidah Akhlaq hanya mengajarkan sesuai dengan KI KD yang terdapat pada kurikulum, selebihnya adalah bonus tugas atau penyempurna tugas yang mampu mendukung serta melengkapi KI KD yang sudah ada. Nah, dari paparan tersebut, bagaimana seorang guru mampu mengajarkan akhlaq sementara dirinya masih belum berakhlaq? Pertanyaan ini akan saya kaitkan dengan cerita di atas, supaya pembahasan kita tidak melebar tanpa titik kejelasan.

Terkaitnya pembahasan akhlaq ini dengan cerita di atas, bukan berarti menuduh seseorang tak berakhlaq. sekali lagi tidak, karena jabaran akhlaq itu sangat luas. Mungkin lebih tepatnya adalah akhlaq yang kurang bagus. Karena tidak ada manusia yang sempurna, semua diri memiliki kekurangan. AMANAH ! ini merupakan salah satu akhlaq kita kepada manusia yang pertanggung jawabannya kepada Alloh SWT dan juga sesama manusia. Ketika kita mendapatkan amanah, entah satu atau lebih dan kita sudah menyanggupinya berarti sudah menjadi tanggung jawab kita. Amanah yang sudah dipegang maka jalankan semaksimal mungkin. Apalagi jika amanah itu menjadi ikhtiar kita menuju kebaikan kita dan murid - murid kita. Sudah sangat pasti, menjadi guru akan sangat bangga memiliki siswa yang amanah. Misal, kita menjadi wali kelas dan terbentuk pengurus kelas. Seluruh pengurus kelas sangat amanah dalam menjalankan tugasnya, sangat peduli akan kewajibannya dan sangat konsisten dalam menjalankan amanah. Hayo, gimana perasaan kita sebagai wali kelas, tentu sangat bangga bukan ? Sama dengan hal tersebut. Namun Bapak Ibu Guru, amanah yang ada dalam diri anak - anak atau siswa - siswi kita bukan sesuatu yang lahir begitu saja atau peninggalan orang tuanya atau ngikut pas lahir, tidak ? Namun, amanahnya anak - anak terbentuk dari proses pendidikan yang telah dilalui. Pendidikan yang dimaksud, pendidikan di rumah dan sekolah. Nah, peran Bapak Ibu guru adalah mendidik mereka di sekolah. Dan mendidik, bukan hanya pemberian materi pelajaran dan materi pelajaran lagi kemudian praktek lalu di nilai, tidak. Melainkan pendidikan di sini butuh keteladanan dari para pelaku pendidikan, mulai dari para guru sampai pada para karyawan di sebuah sekolah bahkan bisa meluas sampai pada steakholder sekolah. Nah, keteladanan ini tentunya butuh kesadaran dari semua pihak dalam pendidikan. Kesadaran butuh sebuah ilmu. Menjadi guru bukan berarti sudah menjadi yang termahir dalam segala hal, namun ada bidang - bidang tertentu yang tetap harus digali dengan istiqomah, yang nantinya bisa mendukung terbentuknya anak didik yang berprestasi dalam akademik dan non akademik serta berakhlaqul karimah.

Insya Alloh, dengan istiqomah upgrade diri dengan tanpa puas menimba ilmu, maka akan menjadikan guru layak bergelar guruku berakhlaq mulia dan hebat. Dan akhirnya, Guruku Hebat, Guruku Berakhlaq Mulia. Semoga manfaat, inspirasi ditengah emosi namun melahirkan motivasi diri yang luar biasa untuk selalu istiqomah menuntut ilmu, karena diri ini sadar, ilmu sangat berarti bagi diri yang minus dalam ilmu. 

Semangat berkarya !!!



Rabu, 01 Januari 2020

NASEHAT FOR MY SON ... AYAH BUNDAKU HEBAT !

My Son and my girl... kalian adalah harta kami. Harta yang termahal, harta yang akan mengantar bahkan menemani hari - hari kami di liang lahat sampai di akherat kelak. Bukan dirimu nak, yang akan mendampingiku kelak, tapi predikatmu sebagai anak sholeh dan sholehahlah yang setiap hari akan mengirim utusan tuk mendampingiku di masa depan nanti. Karena dari itu, bukannya aku egois atau terlalu cerewet atas masa kecil hingga dewasamu namun itu adalah caraku supaya kelak engkau bisa menjadikan kami para Ayah Bunda menjadi sosok yang mulia dihadapan para malaikat munkar nakir dan malik. Egoiskah kami, tidak Anakku ... sungguh apa yang Kami rasa saat ini akan engkau rasa pula kelak ketika engkau telah bergelar sebagai Ayah Bunda. Pendidikan yang kami tanamkan pada dirimu tidak hanya untuk kebaikan Ayah Bundamu saja melainkan buat keluarga yang kelak akan kalian bangun bersama orang - orang tercinta. Wahai anak - anakku, maka dengarlah kami, taati kami karena tujuan akhir kami adalah kebaikan kalian semua.

Wahai Ayah Bunda, nasehat kepada anak bukanlah hal yang asing buat kita. Bahkan seperti setiap saat kita menyampaikan nasehat kepada anak - anak kita, apalagi jika anak kita lebih dari 1, tentu nasehat akan sering terdengar dari lesan kita. Namun Ayah Bunda, pernahkah merasa bahwa nasehat kita kok seperti gak digubris, masuk telinga kanan keluar telinga kiri bahkan belum selesai memberi nasehat, anak sudah ngibrit alias pergi ... Adakah yang salah dengan nasehat kita Ayah Bunda? Tidak, saya yakin semua Ayah Bunda disini pasti memberi nasehat yang super dan baik. Karena saya yakin, tidak ada di antara kita sebagai orang tua yang ingin menjerumuskan anak - anak kita. Wahai Ayah Bunda, Tidak ada yang salah dari nasehat - nasehat kita namun mungkin perlu sedikit instropeksilah diri kita, apakah kita sebagai orang tua sudah menyampaikan nasehat - nasehat emas kita pada saat - saat yang tepat ? Banyak diantara nasehat mulia kita yang kurang tertangkap oleh otak dan hati anak - anak karena timing kita yang kurang pas. Nah, berbicara soal timing ada beberapa tips sukses menyampaikan nasehat supaya mudah diterima anak -anak, sebagai berikut :
  1. Dalam perjalanan. Perjalanan menuju pantai ... sungguh menyenangkan. Perjalanan yang menyenangkan menuju tempat yang indah. Iyakan Bunda ? Sebenarnya bebas sih, tidak harus ke pantai. Yang terpenting perjalanan kita buat menyenangkan. Bukan masalah tempat tujuan melainkan bagaimana kita bisa mengkondisikan supaya perjalanan kita menyenangkan. Nah, kembali ke pembahasan, dalam perjalanan merupakan timing yang pas buat kita untuk memberi nasehat kepada anak - anak kita. Nasehat tentang bagaimana ketika kita bertemu dengan sesama muslim, saling menghargai, menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Tentunya bahasa yang kita pakai harus disesuaikan dengan usia anak - anak kita. Sampaikan nasehat - nasehat dengan lembut dan sekali - kali memuji keindahan alam cipataan Alloh SWT. Dalam perjalanan, kondisi anak - anak lebih rileks, kita juga rileks bukan? Nah, otak dan hati kita akan lebih mudah menerima sesuatu dalam kondisi rileks. Dan semua yang kita sampaikan akan mudah diingat sampai kapan pun. Bukankah kita ingin nasehat kita dipakai selamanya ... maka jangan enggan memberi nasehat ketika kita dalam perjalanan.
  2. Jelang tidur. Ayah Bunda tentunya kita sering nemani anak - anak kita ketika jelang tidur, biasanya yang kita lakukan adalah bercerita dongeng yang sesuai dengan usia anak kita. Misal aja, kita bercerita tentang kisah Rosululloh SAW. Tentu banyak hal yang bisa kita sampaikan kepada anak - anak kita. Nah di saat - saat itulah kita bisa selipkan nasehat yang pas buat kondisi anak - anak kita.
  3. Ketika makan bersama. Ih, makan bersama itu indah ya Ayah Bunda. Kenapa kok indah ? Hmm... kebersamaan dalam keluarga dengan cerita seru dalam seharian sambil makan - makan. Nah, dalam kondisi tersebut pastinya kita semua sangat santai dan rileks. Dan itulah waktu yang tepat untuk saling berbagi nasehat kepada anak - anak kita. Insya Alloh nasehat mudah diterima lho ...
  4. Ketika Anak sedang sakit. Lho ? pasti ada tanya - tanya di benak ya, kondisi sakit mana mungkin bisa terima nasehat? jawabnya, bisa Ayah Bunda. Coba diingat ya, ketika anak sakit apa yang biasa diminta anak - anak ? pasti semua anak minta dimanja alias di sayang berlebih, di peluk dan ditemani sepanjang hari ... iya kan bunda. Nah, ini bisa kita manfaatin buat nasehati anak Ayah Bunda. Ketika kita nemani anak sedang sakit, peluk dia, curahkan kasih sayang kita dan kemudian sampaikan untaian kalimat nasehat kepada anak - anak kita. Misal, tentang bagaimana etika berbicara dengan orang lain, tentu saja dengan gaya bahasa yang rileks dan sembari cerita - cerita, sehingga anak - anak kita tak terasa telah tertanam sebuah ilmu pada dirinya. 
Nah Ayah Bunda, silahkan di coba tips - tips di atas. Tentunya tata hati dulu, sampaikan semuanya dengan ikhlas. Dan yang terpenting adalah bagaimana kita selaku Ayah Bunda memberi contoh atau teladan kepada anak - anak kita. Karena, satu teladan akan lebih berpengaruh dari pada 100 nasehat. Terakhir, jangan terlalu banyak menuntut kepada anak, maksimalkan ikhtiar dan pasrahkan hasil pada Sang Pencipta. Semoga kita dikaruniai anak - anak yang sholeh sholehah ... Aamiin.

KEINGINAN JELANG TIDUR

  Jangan tanya ya, kenapa? Karena mata sebenarnya tinggal 5 Watt tapi keinginan masih 100 persen.  Dan entah dari mana, saat ini butuh sekal...