Tiba - tiba keinginan menulis tentang akhlak begitu menggebu. Saking menggebunya tidak mau ditunda esok dan esoknya lagi. Maklum emosi saya lagi tinggi saat ini ... hehehe, emosi yang cenderung pada kemarahan namun ku lampiaskan pada tulisan.... hadeeeh banget kan. Blog jadi korban ... hmmm. Gak apa - apa, Insya Alloh itu amarah yang positif ya reader? Yup
Sedikit bercerita, barusan sempat chattingan sama teman sekantor dan seprofesi sebagai guru. Chattingan dalam sebuah grup WA yang kemudian terpancing saat dia serasa lupa akan sebuah amanah. Amanah menjadi ketua sebuah Tim dalam sekolah kami. Sontak, saya yang merasa lebih tua dan menulis hasil rapat seakan terbakar ketika dia bertanya : " Kapan pembentukan panitianya bu, saya kok ndak tau, maaf ! " Sebuah pertanyaan yang tak layak diungkapkan, apalagi di hari - hari sebelumnya hasil sudah kami share dalam grup yang sama. Alhasil, jadilah curhat di sini ... hehehe. Yup, kembali ke pembahasan.
Akhlaq mulia lebih ditekankan lagi dalam penilaian kurikulum 2013 di tahun 2021 depan. Penilaian siswa terkait akhlaq ini tentu memiliki ruang lingkup yang amat luas. Akhlaq tersebut meliputi Akhlak kepada Alloh SWT dan sesama manusia. Yang pertama adalah Akhlaq kepada Alloh SWT, sudah sangat tentu akhlaq ini meliputi bagaimana hubungan kita kepada Alloh SWT dan bagaimana pula cara kita dalam melakukan hubungan itu, tentu memiliki etika, tata cara atau bisa juga disebut sebagai akhlaq. Hubungan kepada Alloh SWT berarti terkait ibadah harian kita. Jika dalam menjalin hubungan (ibadah) sama Sang Kholiq sangat bagus dengan etika atau akhlaq yang sesuai dengan tuntunan sudah barang tentu seseorang itu akan memperhatikan bagaimana etika atau akhlaqnya kepada sesama manusia. Nah, dalam hal pembelajaran di sekolah yang diakhiri dengan penilaian dan refleksi, tentunya yang harus mengajarkan akhlaq atau etika kepada anak - anak adalah guru. Guru yang mana ? Menurut saya semua guru harus mampu mengajarkan akhlaq ini kepada semua murid - muridnya. Lho, di madrasah kan ada guru agama, yakni guru akidah Akhlaq? Yup, benar. Namun pada kapasitasnya sebagai guru agama yakni guru akidah Akhlaq hanya mengajarkan sesuai dengan KI KD yang terdapat pada kurikulum, selebihnya adalah bonus tugas atau penyempurna tugas yang mampu mendukung serta melengkapi KI KD yang sudah ada. Nah, dari paparan tersebut, bagaimana seorang guru mampu mengajarkan akhlaq sementara dirinya masih belum berakhlaq? Pertanyaan ini akan saya kaitkan dengan cerita di atas, supaya pembahasan kita tidak melebar tanpa titik kejelasan.
Terkaitnya pembahasan akhlaq ini dengan cerita di atas, bukan berarti menuduh seseorang tak berakhlaq. sekali lagi tidak, karena jabaran akhlaq itu sangat luas. Mungkin lebih tepatnya adalah akhlaq yang kurang bagus. Karena tidak ada manusia yang sempurna, semua diri memiliki kekurangan. AMANAH ! ini merupakan salah satu akhlaq kita kepada manusia yang pertanggung jawabannya kepada Alloh SWT dan juga sesama manusia. Ketika kita mendapatkan amanah, entah satu atau lebih dan kita sudah menyanggupinya berarti sudah menjadi tanggung jawab kita. Amanah yang sudah dipegang maka jalankan semaksimal mungkin. Apalagi jika amanah itu menjadi ikhtiar kita menuju kebaikan kita dan murid - murid kita. Sudah sangat pasti, menjadi guru akan sangat bangga memiliki siswa yang amanah. Misal, kita menjadi wali kelas dan terbentuk pengurus kelas. Seluruh pengurus kelas sangat amanah dalam menjalankan tugasnya, sangat peduli akan kewajibannya dan sangat konsisten dalam menjalankan amanah. Hayo, gimana perasaan kita sebagai wali kelas, tentu sangat bangga bukan ? Sama dengan hal tersebut. Namun Bapak Ibu Guru, amanah yang ada dalam diri anak - anak atau siswa - siswi kita bukan sesuatu yang lahir begitu saja atau peninggalan orang tuanya atau ngikut pas lahir, tidak ? Namun, amanahnya anak - anak terbentuk dari proses pendidikan yang telah dilalui. Pendidikan yang dimaksud, pendidikan di rumah dan sekolah. Nah, peran Bapak Ibu guru adalah mendidik mereka di sekolah. Dan mendidik, bukan hanya pemberian materi pelajaran dan materi pelajaran lagi kemudian praktek lalu di nilai, tidak. Melainkan pendidikan di sini butuh keteladanan dari para pelaku pendidikan, mulai dari para guru sampai pada para karyawan di sebuah sekolah bahkan bisa meluas sampai pada steakholder sekolah. Nah, keteladanan ini tentunya butuh kesadaran dari semua pihak dalam pendidikan. Kesadaran butuh sebuah ilmu. Menjadi guru bukan berarti sudah menjadi yang termahir dalam segala hal, namun ada bidang - bidang tertentu yang tetap harus digali dengan istiqomah, yang nantinya bisa mendukung terbentuknya anak didik yang berprestasi dalam akademik dan non akademik serta berakhlaqul karimah.
Insya Alloh, dengan istiqomah upgrade diri dengan tanpa puas menimba ilmu, maka akan menjadikan guru layak bergelar guruku berakhlaq mulia dan hebat. Dan akhirnya, Guruku Hebat, Guruku Berakhlaq Mulia. Semoga manfaat, inspirasi ditengah emosi namun melahirkan motivasi diri yang luar biasa untuk selalu istiqomah menuntut ilmu, karena diri ini sadar, ilmu sangat berarti bagi diri yang minus dalam ilmu.
Semangat berkarya !!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar