Kamis, 27 Februari 2020

Alloh SWT bayar sekolah

Sambil nunggu anak - anak pulang dari bimbel, seorang ibu yang sepertinya masih seusia denganku, ku persilahkan masuk dan bincang santai diantara kami berdua. Bincang santai dan masih seputar pendidikan anak - anak. Sekilas info yang dapat ditangkap waktu itu adalah beliau seorang ibu dari 4 anak yang semuanya cowok. Bekerja di rumah dengan usaha warung kecil - kecilan sekedar untuk memenuhi kebutuhan tetangga, itu adalah keseharian beliau. Tak cukup itu, di sore hari beliau mengajar ngaji di salah satu TPA milik saudaranya yang jarak kurang lebih 3 km dari rumahnya. Bincang yang akhirnya sampai pada cerita tentang sekolah anak - anak beliau yang menurut pribadi saya, sekolah anak - anaknya merupakan sekolah yang sekelas dengan VIP. Dengan sungkan, meski penasaran juga sih ... suami sepertinya bekerja di wiraswasta juga, kayaknya sih hehehe ...

Tak hanya saya rupanya yang bilang itu sekolah VIP, ternyata suami beliau juga sama. Dalam ceritanya, suami sempat khawatir ketika mendaftarkan putra keduanya di sekolah yang biaya pendidikan awal sebesar 3 juta rupiah. Namun dengan kegigihan serta kepasrahan luar biasa sang istri. Akhirnya dia mampu meyakinkan suami yang masih ragu dengan sebuah kalimat : "Biarlah Alloh SWT yang bayar biaya sekolah anak kita, mas ". Maklumlah bagi saya dan termasuk keluarga ibu tersebut, biaya sebesar itu butuh beberapa hari bahkan beberapa bulan untuk mendapatkannya. Hari ini terpenuhi semua kebutuhan kami itu sungguh kenikmatan yang luar biasa. 

Kepasrahan total berarti melibatkan Alloh SWT dalam urusan kita, urusan pendidikan anak - anak kita. Kepasrahan total memancarkan aura keyakinan luar biasa akan sifat kaya nya Alloh SWT tanpa keraguan sedikitpun. Keyakinan yang kemudian menuju terwujudnya impian kita.

Mari bersama kita belajar yakin bahwa Alloh SWT adalah Maha Kaya. Penghasilan kita sejatinya bukan hasil dari kerja kita. Penghasilan kita murni dari Alloh SWT. Pekerjaan sekedar wasilah untuk mendapatkan apa yang ingin kita gapai.

Minggu, 23 Februari 2020

BUNDA, JANGAN MARAH YA ...

" Bunda, jangan marah ya " adalah kalimat yang seakan ingin dikatakan oleh buah hati kita kala dia melakukan sebuah kesalahan. Namun dengan berbagai kondisi yang ada, sebagai bunda terasa sulit sekali untuk tidak marah. Marah bagi seorang bunda merupakan jalan tercepat, jalan pintas supaya anak - anak menjadi penurut. Bahkan sikap marah ini juga sering ditemui di lembaga - lembaga pendidikan, karena menurut para bunda dan guru, marah merupakan cara yang paling efektif untuk membuat anak menjadi penurut. Meski, sadar atau tidak bahkan penurut yang diharapkan hanya bersifat sementara saja.

Wahai Bunda, mungkin ada terbersit dalam benak kita, kenapa yang jadi fokus marah adalah seorang bunda, apakah bunda merupakan satu - satunya makhluk yang suka banget sama marah ? Ah, tentu saja tidak. Pelaku marah tidak hanya bunda saja, banyak sekali. Namun yang diketahui penulis saat ini, marah lebih dekat kepada para bunda, meski tak semuanya ya ... Karena saya yakin, pasti banyak juga bunda yang bisa mendidik anak - anak tanpa menggunakan marah sebagai senjata pamungkas. Lalu pertanyaan berikutnya, apakah marah tidak boleh diterapkan dalam mendidik anak - anak ?

Sedikit berbagi di sini ya Bunda ... " Marah dalam mendidik anak - anak boleh - boleh saja, jikalau situasi, kondisi dan tidak ada jalan lain selain marah untuk menegurnya dan itu sudah kita awali dengan komunikasi dan pendampingan ". Hal tersebut yang telah tersampaikan oleh Ibu Muflikhatus Sholikhah, MPdI dalam Parenting online yang diadakan oleh Bimbel Avicenna seminggu yang lalu.Disampaikan juga oleh beliau bahwa ketika marah maka ada beberapa hal yang harus diingat, diantaranya :

  1. Anak - anak kita adalah anugerah terindah yang Alloh SWT berikan kepada kita sekaligus amanah yang sangat kita rindukan
  2. Pahamilah bahwa anak tetaplah anak yang akan selalu ingin dekat dengan orang tuanya, terutama jika punya masalah
  3. Kita harus konsisten dalam melihat masalah sehingga jangan sampai karena kelalaian kita sehingga kita lupa dan kebablasen dalam meluapkan kemarahan
  4. Jangan tergesa - gesa menghukum anak kita, jika kita melihat mereka memang melakukan kesalahan
Hal tersebut diatas mungkin bisa menahan kita dari marah. Namun yang lebih penting lagi adalah kita sebagai orang tua harus evaluasi diri, sudah konsistenkah kita dalam berucap, bersikap dan bertindak. 

Semoga kita semua dimudahkan dalam mendidik anak - anak, InsyaAlloh semuanya demi generasi emas kita.


Salam semangat berbagi dan belajar ... " No everytime without learn ". Orang tua hebat akan terwujud jika selalu upgrade diri dan tak pernah bosan dalam belajar.



Rabu, 19 Februari 2020

SYUKUR YANG TERLUPAKAN

Ah ... Sungguh naif diri ini, udah beberapa tahun baru sadar betapa Alloh SWT memiliki skenario yang luar biasa. Skenario yang semuanya ditujukan untuk kebaikan kita. Kesulitan selalu hadir bersama kemudahan. Namun, ketika kesulitan itu hadir justru kita lupa akan hikmah dibalik itu semua, kita lebih fokus pada kesulitan. Kita lebih disibukkan meratap kesedihan. Janji Alloh SWT tak pernah ingkar, semuanya benar adanya. Dalam surat An - Nashr, "Dalam kesulitan ada kemudahan", begitulah ternyata jika kita mau lebih menelisik sela - sela kehidupan, pasti kita menemukan yang namanya kemudahan bersama kesulitan. Itulah yang dimaksud dengan Syukur yang terlupakan. Kita lebih mendahulukan meratapi kesedihan dari pada mensyukuri hikmah setelahnya. Bahkan tak lepas setelah itu, yang sering kita ceritakan ke orang lain adalah kesulitan - kesulitan kita. Kita lebih menonjolkan heroik kita setelah kesulitan. Kita seakan tersihir olehnya, sehingga membuat kita lupa bersyukur.

Sama halnya ketika kita direpotkan dengan hiruk pikuknya beserta keruwetan dalam merawat 3 anak yang masih balita. Kita sibuk menceritakan kesana kemari, bagaimana menangani si bungsu, si tengah yang rewel aja bahkan si ragil yang kerap kali membuat kita tidak bisa tidur nyenyak di malam hari. Kita telah lupa, bahwa dibalik itu kita mendapat karunia yang amat luar biasa. Karunia 3 anak yang kelak akan menjadi penyejuk hati kita. Kita lupa, memiliki anak apalagi 3 adalah karunia besar, coba Anda tengok di luar sana banyak sekali wanita yang telah sekian lama menikah namun tak kunjung diberi momongan. 

Padahal jikalau kita ingat bahwa Alloh SWT akan menambah nikmat kita jika kita mau bersyukur ... hmmm, alangkah indahnya. Jika saat itu kita sebentar merasakan jleb ketika hati bersedih lalu berdoa dan pasrah. Kemudian beriring keindahan - keindahan yang membuat hati berbunga dan kemudian bersyukur. Ah ... janji Alloh SWT sangat jelas, pasti nikmat akan ditambah.

Itulah sedikit renungan buat kita semua. Bahwa kemudahan pasti akan datang. Dan bersyukurlah, karena dengan itu maka Alloh SWT akan menambahnya, Aamiin.


SHOLEH DENGAN BERCERITA

Pagi, seperti biasa saya berangkat ke sekolah dengan si kecil. Bincang dan canda kerap kami lakukan di tengah - tengah perjalanan kami. Perjalanan yang lumayan jauh buat kami, kurang lebih 6 km jarak rumah dan sekolah yang kami tempuh tiap harinya. Yang menarik pagi kemarin, ketika dia mengucapkan : " Bunda Alloh SWT pinter ya kalau menata awan, ada yang hitam ada yang putih ... Semuanya tertata rapi ". Hmmm ... Rupanya si kecil sedang mengagumi pemandangan awan pagi. Pemandangan yang mungkin tak semua orang bisa menikmati dan tak semua dari kita sempat memandang keindahan ciptaan Alloh SWT. " Alhamdulillah ya sayang kita bisa melihat keindahan itu, Alloh SWT itu emang Maha pinter, tak ada manusia pun yang mampu menata awan seindah itu, makanya kenapa kita harus berterima kasih sama Alloh, karena Alloh SWT akan menciptakan keindahan - keindahan buat kita ... Yuuuks, ucapkan Subhanalloh " jawabku.

Ayah bunda, situasi seperti ini adalah sebuah momen yang tepat untuk mempengaruhi anak-anak kita. Dengan kondisi segar, rileks dan semangat. Maka jangan sampai kehilangan momen seperti ini, karena momen - momen seperti ini akan mudah sekali kita menyampaikan nasehat atau ilmu kepada anak-anak kita. Semisal dialog di atas, maka ucapan yang harus dikeluarkan ketika kita takjub sudah kita sampaikan ke anak-anak kita. Dan semua yang sampaikan ketika kondisi anak-anak rileks akan lebih tahan lama dan akan membekas pada ingatannya.

Maka sebagai orang tua, peka dalam melihat kondisi adalah penting. Karena nasehat tidak bisa diberikan pada segala kondisi. Sholeh dengan bercerita dalam kondisi tepat akan sangat luar biasa.

Yuuuks, selamat berbagi ...

MANUSIA DEWASA ITU RUWET !

Hari ini kami berdialog, kudekati dia dan ada bincang akrab diantara kami. Namun dia yang masih belia sangat terlihat oleh gaya bicara yang menggebu.... menggebu dengan sedikit protes yang sinis. Dalam dialog kami, dia bertanya : " Emang bu Ratna (nama samaran yee .. ) sibuk apa sih bu, kok jarang masuk ngajarnya ?". Ehemmm ... mau dijawab apa coba, mau dijelasin juga kayaknya belum menemukan untaian kata yang pas buat dia, takutnya salah kata ... eh, malah kena protes lagi. Hehehe... maklum, kini lawan bicara mimin adalah sosok remaja yang super kritik. Gak dijelasin, eh malah jadi marahnya juga, "gitu aja rahasia !". Akhirnya, cuma senyum dan satu kalimat ajaib keluar. Taraaaa .... " suatu saat pasti kamu akan ngerti, sayang " Nah lho, bikin penasaran juga kan ...

Bicara dengan usia yang berbeda terkadang butuh ilmu yang khusus, apalagi dia yang masih baru mengalami puberitas. Masa dimana dia tak mau disalahkan, semua ucapannya adalah benar. Masa dimana dia bak penguasa, kalau maunya A ya A gak maulah yang namanya B, C apalagi Z. Kalau mau ceritain dunia orang dewasa kepada para remaja, cuman satu kalimat yang pas, "Manusia dewasa itu ruwet !". Banyak hal yang tak bisa diungkapin kepada mereka dengan gamblang, karena kalau dipaksakan bisa jadi boomerang buat kita sendiri. Alhasil, bijak dalam bicara sangat penting pada saat ini.

Mari bersama kita jalin komunikasi sehat dengan remaja kita. Komunikasi yang membuat hubungan semakin dekat dan manfaat. Dengan komunikasi sehat, pengaruh - pengaruh positif akan sangat mudah kita transfer kepada remaja. Sehingga mimpi kita memiliki generasi emas bisa terwujud, salah satu caranya adalah dengan komunikasi sehat.

Salam ukhuwah ...

Selasa, 18 Februari 2020

SEHARI PENUH ILMU

Ku pandangi  wajah teduhnya, begitu adem. Dan nampak kalau wajah penuh dengan dzikir dan tak pernah kering dari air wudhu. Namun ada sesuatu yang membuat diri ini aneh. Aneh karena hari ini terdengar ucapan yang jauh dari dugaan. Ucapan yang tak semestinya keluar dari lesan seorang tokoh. Ah, entahlah ... Apa terlalu perfectkah diri menilai seseorang ?

Tanpa bermaksud menilai buruk akan seseorang, namun ada ilmu di dalamnya, bahwa kebaikan seseorang tak hanya dari bagaimana dia dekat sama Tuhannya namun ada sisi lain yang harus diperhatikan, yakni hubungan sesama manusia juga harus menjadi perhatian.

Bagi diri ini, menjadikan semua kejadian tersebut diatas menjadi sebuah simpulan bahwa kesuksesan seseorang harus diraih dengan dua proses, diantaranya : Kedekatan dengan Tuhannya dan lihainya hubungan dengan sesama. Keduanya butuh ilmu yang sangat penting dipelajari. Keduanya sukses maka InsyaAlloh hidup pun akan sukses

Salam semangat, semakin baik

Sabtu, 15 Februari 2020

Nakalku, karena orang tuaku

Beberapa hari yang lalu, teman sekantor mengirimkan semacam artikel yang sangat singkat, semacam pesan buat semua orang tua. Pesan yang sepertinya beliau ambil dari kiddozstore, yang diantara isinya adalah sebagai berikut, Sebab-sebab kenakalan pada anak diantaranya :
1. Orang tua yang jauh dari agama
2. Lingkungan sekitar yang buruk
3. Perlakuan yang buruk dari orang tua
4. Tayangan - tayangan film kekerasan
5. Percekcokan orang tua
6. Perceraian orang tua dan ditambah lagi dengan kondisi yang miskin.

Sedikit kiriman pesan yang saya dapat setelah beberapa jam lalu kami sempat berbincang mengenai anak -  anak yang nakal. Mungkin diantara orang tua, pendidik atau siapapun Anda, kurang setuju dengan statement saya yang seakan hanya orang tua sajalah yang bersalah dalam kenakalan anak-anak. Padahal pada kenyataannya, orang tua merupakan orang satu - satunya yang mengantarkan kita dengan sangat ikhlas menuju gerbang kesuksesan. Begitu payah dan lelahnya orang tua dalam melahirkan, mendidik kemudian dengan segala tetek bengeknya hingga kita dewasa saat ini. Dan parahnya kemudian orang tua disebut sebagai penyebab kenakalan kita ( jika kita alumni anak nakal ... Hehehe). Sabar dulu ya gaesss, saya pribadi yang penuh dengan segala kekurangan adalah hasil didikan emak bapak alias orang tua. Namun dengan segala hormat dan moga keridhoan beliau senantiasa mengiringi langkah ana saat ini, tak ada maksud meremehkan bahkan tak menghargai jerih payahnya beliau emak bapak.

Tapi seiring waktu dengan segala fasilitas yang disediakan oleh orang tua pula akhirnya ilmu akan pendidikan seakan sedikit menjadi fokus saat ini. Ilmu pendidikan yang mudah-mudahan bisa menjadi bekal kita dalam mendidik generasi lanjut setelah kita.

Orang tua bukan satu-satunya penyebab kenakalan anak-anak. Terbukti, beberapa artikel termasuk yang telah dikirim oleh teman, disitu tertulis masih ada hal lain yang berpengaruh akan kenakalan anak-anak, misal tentang pengaruh lingkungan. Namun coba kita telisik kembali diantara penyebab yang paling banyak adalah tetap orang tua. Mulai dari cara mendidik hingga pada kondisi perceraian. Lalu, bagaimana kah?

Iya jadi gini, orang tua merupakan guru pertama bagi anak anak. Jika orang tua selaku pendidik/guru pertama, tentu memiliki andil yang sangat besar dalam memberikan pondasi kehidupan bagi anak. Kenapa saya sebut pondasi? Iya karena jika pondasi kuat maka goyahnya sebuah bangunan akan terminimalisir. Dengan istilah lain, dengan pondasi kuat maka bangunan tak mudah roboh. Inilah yang ingin saya sebut dalam tulisan saya, jika pondasi pendidikan yang diberikan orang tua sangat kuat dan mengakar maka anak tidak mudah terombang-ambing kan kondisi zaman yang semakin jauh dari kebenaran. Anak akan memiliki pegangan hidup karena hati telah terbentuk dari pondasi pendidikan orang tua.

Nah, kalau orang tua adalah guru pertama sebagai pembangun pondasi. Jika anak nakal, apakah kita langsung menyalahkan si anak? Tidak begitu kan ... Maka orang tua harus juga bisa instrospeksi diri. Lalu apakah dengan begitu kenakalan anak bisa teratasi ? Bisa, karena dengan kerjasama dengan semua pihak dan tentunya libatkan Alloh SWT dalam hal ini, InsyaAlloh anak nakal akan menjadi lunak dan sesuai dengan pengharapan kita ... Aamiin Ya Robbal Alamiin




Selasa, 11 Februari 2020

ANTAGONIS - Parenting

Bincang - bincang mengenai anak - anak tak ada habisnya. Karena kehidupan anak begitu ramai dan sangat seru. Mulai dari kehidupan yang membuat kita semua tersenyum hingga pada kejadian - kejadian yang membuat hati terasa sesak. Mungkin diantara kita hati begitu luas memberikan pemakluman ketika kenakalan - kenakalan terjadi pada anak- anak bawah lima tahun, karena kita sadar bahwa anak-anak seusia balita kenakalan terjadi karena memang asli karena ketidak tahuan dan masih fase tumbuh kembang organ dan mental anak-anak. Namun bagaimana ketika kenakalan terjadi pada usia remaja ? Usia dimana anak - anak sangat paham dan mudah diberi penjelasan - penjelasan. Namun usia remaja merupakan usia gengsi yang paling tinggi. Mereka para remaja akan sangat merasa rendah diri ketika di suruh - suruh atau mungkin mereka harus belajar dari orang lain yang mungkin lebih baik darinya. Bahkan kemungkinan besar para remaja akan sangat penasaran akan dunia baru tanpa mengenal akibatnya. Mereka akan sering melanggar peraturan - peraturan yang seharusnya dipatuhi, semua itu terjadi karena jiwa pencarian jati diri yang terus meningkat, membuat mereka berjiwa mencoba dan ingin mencoba lagi. 

Dan hal tersebutlah yang kemudian membuat kita sebagai orang dewasa merasa geregetan hingga memuncak pada emosi yang meledak. Bukan sebuah keanehan, karena kita sebagai orang dewasa lebih sering menuntut anak-anak menjadi baik, pribadi unggul dalam kebaikan bisa terwujud dalam waktu yang instan. Bagaimana mungkin ? Iya itulah kenyataan dalam dunia pendidikan, instan atau cepat adalah sebuah harapan yang seakan menutupi segala proses. 

Kemudian ada dialog diantara kami selaku pendidik yang menemui titik jenuh akan tuntutan sebagai pendidik dan juga dengan kenyataan yang ada di depan mata. Sehingga dalam dialog kami ada sebuah ungkapan bahwa seorang pendidik perlu juga berperan sebagai antagonis. Lha ? Maksudnya, antagonis dalam konsep pendidikan yang kami pahami dalam dialog tersebut, antagonis merupakan sikap stressing, keras, menakuti dan ada ancaman - ancaman yang kemudian bisa membuat anak-anak menjadi takut sehingga anak-anak menjadi pribadi yang penurut. Sehingga pada sifat antagonis ini tidak melarang akan adanya pukulan dalam mendidik, berkata kasar bahkan sampai melukai dengan tujuan anak anak kapok. 

Jujur dalam dialog tersebut, kami sebagai pendidik yang sudah berpuluh tahun lamanya berkecimpung di dalamnya merasa antagonis bukanlah sifat pendidik. Bagaimana pun juga, seorang pendidik harus mampu menjadi contoh. Bahkan mau tidak mau, ketika pendidik merupakan pilihan profesi kita, maka seluruh gerak dan ucapan kita akan secara otomatis ditiru oleh anak-anak. Apalagi jika peran antagonis merupakan santapan setiap hari. Maka lambat laun, peran antagonislah yang akan dipilih anak - anak dalam mengarungi hiruk pikuknya kehidupan. Sehingga kekerasan, main pukul dan lain sebagainya akan menjadi budaya anak - anak kita. 

Kalau seperti itu adanya, kenapa bukan peran protagonis yang kita pilih. Peran dimana anak-anak diperlukan dengan menghargai mereka sebagai pribadi yang masih butuh bimbingan ekstra. Butuh motivasi dan butuh lingkungan yang selalu mendukung kegiatan positif mereka. Mendidik dengan lembut akan melahirkan pribadi yang bijaksana. Mendidik dengan senyuman akan melahirkan pria yang ramah. Anda suka yang mana ?
Yuuuks ... Pilihlah metode yang terbaik. Karena kebaikan yang kita tanam hanya ini kelak akan kita panen dengan kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi.

Selamat rehat ... Semoga tidur kita menjadi bekal buat sebarkan kebaikan kebaikan esok ... Aamiin

Minggu, 09 Februari 2020

NENEKKU MARAH - MARAH

Sejak perpisahan itu, ayah dan ibu saling berjauhan. Ayah sudah menikah lagi, sementara ibu pergi merantau, untuk mencari biaya sekolahku. Sejak itu pula, aku merasa ayah dan ibu sudah tak peduli lagu sama aku. Semua canda tawa yang dulu sempat terukir indah kini telah sirna. Semuanya ditelan oleh keegoisan.

Semenjak itu pula, aku yang seorang diri dititipkan sama kakek nenek. Kakek yang setiap harinya menjemput Rizki di sawah, sementara nenek menjadi tukang pijet yang terkadang juga mengobati orang sakit ala - ala jawa. Kehidupan baruku, hampir semua kebutuhan makan dan saku sekolah terpenuhi tanpa merengek. Namun satu hal yang aku tak suka yaitu ketika nenek marah - marah karena aku pulang lebih lama dari jadwal sekolah biasanya. Aku jenuh di rumah. Aku ingin main sama teman teman ku. Aku butuh uang lebih untuk bermain bersama teman teman ku. Tapi, semua itu tak dapat aku peroleh karena nenekku seorang yang protektif dan uang saku lebih pun tak aku dapat. Aku ingin tinggal bersama ibu atau ayah, ada kebebasan yang terarah tanpa ada penekanan pada diriku.

Ayah bunda, suara hati seorang remaja di atas menggambarkan bagaimana kondisi hatinya ketika kedua orang tuanya berpisah. Meski kita semua tahu berpisah atau bercerai merupakan alternatif terakhir ketika semua cara tak mempan menyatukan dua hati. Ayah bunda, tak ada maksud menafikkan sebuah perceraiannya adalah keharusan yang terpaksa. Namun setidaknya semuanya kita dasari pada tujuan kita menikah berikut juga niat ketika memutuskan untuk mengakhiri masa lajang. Ayah bunda, mari kita singkirkan ego kita. Kita utamakan semua untuk anak-anak. Kita niatkan melahirkan, mendidik dan kemudian memiliki anak-anak yang Sholeh Sholehah. Jika semua kita tata dan bentuk rumah tangga yang hendak kita bangun sejak awal maka kemungkinan terjadi perceraian akan tipis.

Ayah bunda, mari bersama kita lurus niat kita menikah. Namun, jika memang pihak ketiga dibutuhkan dalam membentuk keutuhan rumah tangga kita, maka lakukan. Carilah dan berusaha semaksimal mungkin , demi keutuhan rumah tangga kita. Dan yang terakhir libatkan Alloh SWT dalam semua hal, demikian karena Alloh SWT Maha Pengasih dan penyayang. DIA tak akan meninggalkan kita sebagai hambaNYA dalam kondisi terpuruk asal kita senantiasa mendekatkan diri kepadaNYA, InsyaAlloh.

Jumat, 07 Februari 2020

KETIKA IBU PERGI UNTUK SELAMANYA

Sekian hari lamanya, diri kami seperti tak terurus. Ditambah lagi dengan adik yang masih kecil - kecil. Ayah harus bolak-balik ke rumah sakit untuk perawatan ibu kami. Tak ada perhatian seperti dahulu ketika ibu sehat. Hari - hari kami, makanan ada di meja adalah cukup bagi kami. Ayah fokus pada perhatian ibu karena memang sakit ibu yang sekian hari kian parah. 

Hari ini mungkin hari yang baik dan di tunggu oleh Ibu. Setelah sekian lamanya beliau merasakan sakit yang amat sangat. Namun hari ini, Innalillahi Wa Innailaihi Rojiuun ... Alloh SWT telah mengangkat penyakit sekaligus nyawa ibuku. Dia pergi meninggalkan kami dengan sakit yang mungkin tak terasa lagi. Ibu sekarang bisa tidur nyenyak tanpa keluh akan sakit yang dulu ia derita. Selamat istirahat ibuku ... Tenanglah engkau disana. Terimakasih atas semua jasamu yang telah melahirkan serta merawat diri kami hingga hari ini kami tahu indahnya dunia. Semoga amal ibadahmu diterima oleh Alloh SWT dan tunggu kami di syurga firdaus ... Ibu !

Iya, kini ibuku pergi untuk selamanya. Ketika ibu pergi untuk selamanya ... Tak ada lagi kegembiraan dalam keluarga kami. Semuanya sepi, ada kehidupan namun tak terasa ada pada kami. Kami bertiga yang semuanya cowok hanya bisa saling tatap dan tangis yang memuncah tatkala adik yang saat itu masih usia 3 tahun merengek memanggil - manggil ibu ... Ibu. Seminggu setelah meninggalnya ibu kami ditemani dan dirawat oleh saudara dan kakek nenek kami, namun sepi hening muncul berhari hari setelah melewati tujuh hari meninggalnya ibu. Oh, ibu ... Kami rindu dirimu!

Berhari-hari lamanya setelah ibu pergi, dengan segala kemampuan ayah berusahalah memberikan yang terbaik buat kami bertiga. Namun, ayah tetaplah ayah. Dia tak mampu menggantikan posisi ibu yang dengan telaten merawat kami penuh dengan kasih sayang dan omelan yang khas di telinga kami. Semuanya terasa hambar. Dan akhirnya ayahku menyerah, bagaimana pun juga dia harus pergi keluar untuk mencari nafkah demi menghidupi kami bertiga. Pagi sampai siang, kami harus mampu merawat diri tanpa ayah dan ibu. Namun bukannya semua nampak baik - baik saja. Kami seperti tak terurus lagi.

Akhirnya, setelah 40 hari diboyonglah adik kami yang masih 3 tahun ke rumah kakek nenek. Namun kami berdua yang sudah ada di SD dengan terpaksa dititipkan di sebuah pesantren. Pesantren Qur'an yang selalu mendidik kami dengan keras karena disiplinnya. 

Ada iri dan rindu ketika melihat teman se pesantren dikirim oleh ayah dan ibunya. Kami rindu masa - masa itu. Namun, semuanya sudah pergi jauh. Tak ada harapan, semuanya terputus. Hanya Ayah yang selalu aku tunggu kehadirannya. 

Ayah, engkau satu- satunya sosok penyemangat hidupku. Aku bisa tersenyum karena engkau hadir di hadapanku. Aku gembira ketika engkau datang dengan pelukanmu. Ayah, aku tahu engkau juga terluka dengan semua ini, namun kami akan lebih terluka jika kami harus kehilangan Ayah Ibu kami. 

Kami adalah manusia - manusia kecil yang butuh bimbingan dan kasih sayang darimu. Cukuplah Ibu yang pergi jauh. Ayah, peluklah aku karena kini, hanya engkau yang aku miliki...

Kisah sedih anak-anak yang ditinggal oleh Ibu nya.  Namun masih ada harapan dari seorang ayah. 
Ayah bunda, Semoga kita selalu dalam lindunganNYA. Kita mampu mendampingi putra putri kita dengan segenap jiwa raga. Memberikan yang terbaik demi masa depan mereka dan yang terpenting, selalu ridho akan hidup mereka.

Salam semangat berbagi. Kisah sedih bukan untuk membuat diri sedih berlarut. Namun, bangkit dan terus berjalan tinggalkan kesedihan ... Karena masa depan harus cerah dan secerah harapan yang telah kita pupuk sejak lahir di bumi.

Kamis, 06 Februari 2020

Senyummu ...

Sore ... Seperti biasa, hari ini pun kami keluar kantor pada sore hari. Suasana mendung yang membuat kami bergegas memacu motor dengan km/jam yang lain dari biasanya. Namun secepat apapun laju motor kami, tak mampu menolak ajakan berhenti sejenak ketika lampu lalu lintas berwarna merah, sekedar mengajak dan mengajarkan akan pentingnya menyediakan waktu dan ruang kepada orang lain untuk melewati jalan yang sama. 

Ada fokus pandang yang kemudian ada tatap beriring senyum kecut diantara kami, aku dan dia. Iya, dia yang ada di depanku, yang sedang genjrang genjreng adalah muridku sendiri. Murid yang mungkin membuat iri hati temannya karena perhatian lebih yang kuberikan selama ini. Bagaimana tidak, saat itu dia adalah seorang santriwan pada salah satu pesantren di wilayah dekat sekolah kami. Dia terlahir dari keluarga yang bahagia, namun kebahagian itu kemudian terenggut karena ibu meninggal dunia karena sakit yang di deritanya. Usut punya usut, karena kesedihan yang terjadi, maka demi pendidikan anak tercinta, kemudian sang ayah menitipkannya pada sebuah pesantren tanpa bekal yang mungkin dibilang layak seperti teman lainnya. Bertahun lamanya dia di pesantren, ada luka pada lirikan, ada senyum kecut dan hati yang sesak dia rasa. Selama kurang lebih 5 tahunan berada di pesantren, ayahnya jarang memberikan uang saku bahkan biaya pesantren pun tak kunjung di bayarkan oleh sang ayah. Iya, kesedihan yang beruntun telah di alami oleh sang ayah. Kerja tak tetap membuat dia seperti seorang ayah yang tak bertanggung jawab, meski itu tak benar adanya. Ayah ingin sekali memberikan yang terbaik buat anak - anaknya tapi semua terbentur sama ekonomi yang selalu menghambat keinginannya itu.

Akhirnya, kini dia keluar dari pesantren. Keluar bukan sebagai santri lagi. Melainkan merubah diri menjadi anak jalanan yang kerap mengais uang receh dari gitar mini dan suara yang terpaksa keluar dari lisannya. Sungguh pilu rasa hati ini, namun tak ada lagi yang bisa diperbuat. Berkali nasehat sudah tersampai dengan jelas kepadanya, namun belum mempan. Akhirnya, senyum yang dia berikan seakan mmenggambarkan hidupnya yang pelik, sedih dan tersiksa. 

Kecewa tak menyurutkan kasih sayang dan perhatian padamu nak, semoga waktu akan menuntunmu pada masa depan yang cerah. Masa depan yang akan mengantarkan diri menuju singgasana cintaNYA, ridhoNYA dan mahkota tetaplah berikan pada ayah bundamu kelak di akherat, aamiin.

Salam semangat berbagi ... Ananda telah sampai pada hafalan qur'an juz 4, namun terhalang biaya yang terbatas, kini tak berlanjut. Sekolah formal MTs kelas 8. Silahkan yang berkehendak menjadi orang tua asuh hubungi 082234482919

MENTARIKU TETAPLAH BERSINAR

Mentariku tetaaplah bersinar ...
Jangan pernah bosan tuk hadir dalam pagiku ...
Sinar cerahmu selalu ku nanti dalam duniaku ...
Engkau bak cahaya dalam mendungnya langit ...
Engkau yang selalu memberi ...
Tak pernah harap upah sedikitpun ...
Pujian dan terima kasih jarang engkau dengar
Namun umpatan sering hadir dalam indahnya kemilau sinarmu  ...

Ibu, Engkau adalah mentariku. Mentari yang selalu hadir dalam hidupku. Tak pernah terpikir untung rugi dalam merawatku. Hanya harapan besar, diriku lebih baik darimu. Tak pernah lelahmu menghapus ikhtiarmu. Dengan segenap tenaga bahkan peluh yang bersimbah engkau korbankan dirimu untukku. Ibu, Air mata yang mungkin mengering akan kenakalanku, tapi lesan lembutmu selalu bertutur bijak untukku. Ibu, Engkau bak cahaya dalam mendungnya hidupku. Engkau selalu buat diri nyaman dan sejuk dengan pelukanmu. Ibu, pujian dan terima kasih tak penting buatmu. Bahagiaku adalah senyum bahagiamu. Ibu, engkau adalah mentariku. Tetaplah bersinar meski aku tak seindah impianmu. Ibu, aku mungkin terlalu membosankan buat semua orang tapi tidak buatmu.

Ibu, mendungnya langit sebentar menutup cerah sinarmu. Air hujan yang membuatmu tak terlihat, seakan mengajarkan kerinduan kami padamu. Tapi yakinlah kami akan muncul dalam pelangi indah yang membuat dirimu tersenyum cantik. Oh Ibu ... !!!

Salam buat para ibu, jangan lelah ... teruslah berharap dan sandarkan semuanya pada Sang Pembolak balik Hati... Allohu Robbi.

Senin, 03 Februari 2020

AYAH BUNDAKU, IDOLAKU

Ayah Bundaku, idolaku ... Hmmm, andai itu kenyataan maka dunia akan sehat dan anak - anak akan tumbuh kembang menjadi pribadi yang sejuk. Yups, sejuk dalam hati para orang tua, sejuk dalam hati para guru, sejuk dalam hati masyarakat dan pemimpin. Ah, apa iya ketika Ayah Bunda menjadi idola anak - anak akan seperti gambaran barusan ? Bisa iya bisa tidak. 

Iya, jika Ayah Bunda memang layak menjadi idola anak - anak. Maksudnya ? Ayah Bunda, coba kita tengok sebentar bagaimana kehidupan artis. Bagaimana para artis seakan menghipnotis anak - anak hingga mulai dari dandanan, baju, warna baju, asesoris dan bahkan gaya bicara sudah persis kayak artis. Bagaimana coba mereka seperti itu ? Itu semua terjadi karena kehidupan anak - anak sudah terjejali dengan tontonan para artis. Hampir setiap hari bahkan setiap saat anak - anak melihat bahkan dengan jelas memahami bagaimana artis hidup. Dan hampir semua media menyediakan semua tontonan seperti itu, mulai dari majalah hingga media elektronik. Zaman sekarang lebih kompleks karena didukung oleh media sosial yang beraneka macam fiturnya. Nah, Ayah Bunda coba kita balik ke belakang, apakah kita seperti artis ? kehidupan kita terekspos seperti artis ? Dan apakah anak - anak semakin terobsesi untuk selalu mengingat dan bahkan mengidolakan kita setiap saat ? No. Dan pertanyaan terakhir, apakah kita layak diperlakukan selayaknya artis oleh anak - anak kita ? Ah, Introspeksi yang paling dalam yuuuks, Hiks jadinya, iyakan ?

Ayah Bunda, bagaimana mungkin kita diperlakukan selayaknya artis, lha terkadang anak - anak jarang kita temani, anak - anak jarang kita dampingi, kita lebih sibuk bekerja, kita lebih mengutamakan pekerjaan kantor, tugas kantor pun sampai kebawa ke rumah, anak - anak hanya korban dari lelah kita, anak - anak hanya menikmati waktu sisa kita, anak - anak lebih sering tertuntut, anak - anak lebih kita percayakan sama pengasuh. Lagian, kalau ada waktu yang panjang bersama anak - anak di rumah, lalu apakah kita semenarik para artis yang kemuadian menjadikan anak - anak lebih betah bersama kita sebagai orang tua ? Kita itu ibarat manusia jadul banget sudah gak di lirik sama anak - anak, kita kurang menarik di hadapan mereka, kita para orang tua gak nyambung di ajak ngobrol. Ah, kita !

Ayah Bunda, yuk kita kupas satu persatu supaya kita sebagai orang tua tak kalah dengan para artis ...
1. Kualitas orang tua
Pepatah mengatakan " Buah jatuh tak jauh dari pohonnya ". Begitu juga dengan anak kita. Anak -    anak kita merupakan cerminan dari kita sebagai orang tua. Jika kita menginginkan anak - anak yang sholeh maka sholehkan dulu diri kita. Jika kita ingin anak - anak kita rajin sholat, ya kita harus rajin dulu sholatnya. Jika kita ingin anak - anak kita selalu tampil rapi kemana pun pergi, ya kita sebagai orang tua jangan acak - acakan ketika bepergian. Begitulah, kita sebagai orang tua harus pantas dijadikan contoh sebelum kita menginginkan itu semua ada pada anak kita. Sehingga anak - anak tidak perlu mencari figur - figur untuk di contoh. Karena bagaimana pun juga ketika tak ada figur panutan di rumah maka anak - anak akan lebih mudah mencontoh kehidupan orang lain yang jauh sekali dengan apa yang ingin kita terapkan pada anak - anak kita. Apa yang baik dan sesuai dengan anak - anak kita, kitalah para orang tua yang tahu dan paham. Maka biarkan anak - anak Anda mencontoh diri Anda yang berkualitas karena itu jelas terarah. Terarah menuju visi keluarga kita, Insya Alloh
2. Waktu bersama mereka
Okelah, Ayah Bunda adalah sosok yang berkualitas, sosok yang layak dicontoh. Lalu, apakah kita sudah all time dalam mendampingi anak - anak ? Hmm ... kalau all time sih gak mungkin ya. Minimal kita selalu ada waktu khusus buat buah hati dalam setiap harinya. Jika Ayah Bunda adalah seorang pekerja kantoran, ya usahakan semaksimal mungkin di rumah tidak membawa pekerjaan kantor. Jadikan waktu di rumah khusus untuk keluarga termasuk anak - anak kita. Jadikan waktu - waktu bersama anak adalah waktu - waktu yang berkualitas. Buatlah anak merasa senang berada di samping Anda, senang di dampingi orang tua. Sehingga dengan demikian anak akan betah di rumah dan pastinya tidak mencari me time nya mereka di luar sana termasuk bersama idola anak - anak, sang artis di Handphone mereka. Buatlah Anda sebagai orang yang dinomrsatukan oleh anak. Anak merasa cukup dan nyaman dengan kebersamaan Anda wahai Ayah Bunda.
3. Berkomunikasilah dengan segaul mungkin
Gaul ? What ? Mana mungkin ya kita bisa gaul sama anak, entar jadinya anak ngelunjak? Ah, tidak Ayah Bunda. Komunikasi dengan anak perlu dengan gaya yang sesuai dengan zaman anak. Meski kita tidak 100 % mengikuti zaman now, tetapi minimal kita paham betul, bagaimana perkembangan zaman dan bagaimana sebaiknya kita menerapkan pada anak. Tidak bisa dipungkiri bahwa orang tua yang bersifat kaku akan jarang didekati oleh anak. Orang tua seperti ini sangat membosankan. Sehingga mereka para anak akan lebih suka mencari lawan bicara di luar sana yang lebih enjoy, santai, mengena dan pastinya gaul ya. Nah, jika orang tua sendiri di jauhi maka sudah pasti anak akan mencari gaya - gaya di luar sana termasuk gaya para artis akan kerap menjadi gaya hidupnya.

Jadilah diri kita sebagai model atau iklan yang sering di lihat oleh anak - anak kita. Tentunya, iklan atau model yang sesuai dengan visi keluarga kita. Sehingga dengan demikian ada jalan yang jelas, upaya yang jelas dan terarah ketika kita ingin membentuk anak - anak sesuai dengan keinginan kita. Dan yang terakhir, Kita sebagai orang tua bukanlah penentu segala - galanya terkait kehidupan anak. Ada Sang Penentu, tugas kita adalah berupaya, berikhtiar. Selebihnya serahkan pada Sang Kuasa, Ilahi Robby. Berdoalah, mintalah semua ikhtiar kita sukses 100 %, Insya Alloh doa - doa orang tua adalah mustajab. Aamiin

Sabtu, 01 Februari 2020

TIM KOMPAK EDISI PARENTING

Hmmm ... Kalau bicara masalah kompak pastinya ada tim di dalamnya. Dan hampir semua agenda besar perlu yang namanya tim kompak. Jelas saja karena dengan adanya tim yang kompak maka pekerjaan yang sangat berat akan terasa ringan. Betulkan? Pasti betul deh ... Namun pekerjaan besar yang menjadi fokus kita pada tulisan ini adalah tentang masalah parenting atau pengasuhan pada anak-anak. Lho, apa kaitannya? Ada kaitannya donk ... Yuk, simak ulasan berikut ... Cekidot ...

Seperti yang menjadi pembahasan parenting online yang di founderi oleh Ibu Umi Maisyaroh dalam komunitas IHI, Jum'at lalu. Pemateri, Ibu Muflikhatus Solichah, MPdI menyampaikan bahwa salah satu keberhasilan dalam pengasuhan anak adalah harus ada tim keluarga yang kompak. Dalam artian, pendidikan yang diterapkan di keluarga jangan berbeda antara satu anggota dengan anggota yang lain. Jika hal ini terjadi maka kemungkinan besar anak akan bingung dan tak punya acuan yang jelas. Sehingga ketika kita mau menerapkan konsep pendidikan anak dalam keluarga maka bentuk atau kondisi kan orang rumah atau keluarga menjadi kompak dulu. Semisal, ketika hendak menerapkan jam belajar pada malam hari. Jam 18.00 - 19.30 WIB adalah jam belajar bagi anak. Tidak boleh ada kegiatan lain selain belajar. Tak boleh menghidupkan alat elektronik. Nah, peraturan itu sangat jelas dan anak pun paham. Namun bagaimana ketika ada salah seorang diantara anggota keluarga yang kemudian menyalahkan TV pada jam belajar tersebut? Ah sudah barang tentu akan merusak peraturan yang ada. Anak akan susah diajak belajar karena biasanya akan lebih tertarik pada tontonan TV. Dengan ketidak kompakan pada keluarga tentu bukan hanya masalah anak tidak mau belajar. Akan muncul berbagai masalah berikutnya. Misalnya saja Ibu semakin sering uring-uringan karena melihat anaknya malas belajar atau mungkin anak yang kemudian suka membentak karena diperintah keras untuk belajar. Nah, ini adalah gambaran ketika kompak itu tak terwujud dalam menerapkan konsep pendidikan di keluarga.

Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menjadikan perhatian. Bahwa kompak merupakan salah satu hal penting untuk dijadikan langkah awal sebelum menerapkan aturan dalam keluarga atau menerapkan konsep pendidikan buat anak. Dengan harapan, masalah - masalah yang timbul akibat peraturan atau konsep pendidikan itu bisa diminimalkan. Buat semua anggota keluarga belajar, pegang buku dan baca. Tidak harus buku tebal, bisa juga majalah atau koran jadi bahan bacaan. Terutama orang tua, jangan hanya main perintah tapi kasih contoh. Jangan pernah nyalakan TV apalagi HP ketika jam belajar. Dan ini butuh ekstra dalam penerapan jika didalamnya ada kakek nenek atau mungkin paman.

Yups, selamat jadi tim kompak ... 
Kompak adalah PENTING 



JANGAN MARAHI KAKAKKU

Seperti biasa, seharian kakak adik ini bermain bersama. Kakak adik yang terpaut selisih usia 4 tahunan masih aja rame. Rame karena tawa sih adem ya ... Lha ini, ada tawa ada juga berantemnya, ada jeritan, ada marah diantara mereka dan terakhir ada yang jatuh dari kursi. Alamak... pokoknya rame dan seru banget plusnya mereka berdua sama-sama cowoknya. Nah, udah kebayang bukan gimana ramenya? Hehehe ...
Bagi kita para emak kayaknya bukan sesuatu yang aneh ya, ramenya anak cowok dengan aneka berantemnya sesuatu yang biasa bahkan tak ada itu malah jadi aneh, hmmm. 

Fokus pada kalimat " terakhir ada yang jatuh dari kursi ". Nah ini yang jadi fokus kita hari ini. Dengan adanya yang jatuh, tak jarang diantara orang tua spontan langsung memarahi salah satu. Kalau yang jatuh anak paling kecil maka yang dimarahi pastinya anak yang lebih besar. Kalau anak yang lebih besar yang jatuh maka kemarahan akan jatuh pada yang lebih kecil, tentu dengan kemarahan yang sedikit ringan, pengalaman saya sih ...

Saya yakin, pasti hal seperti itu bukanlah sesuatu yang jarang terjadi. Bisa dikatakan sering dan hampir ada kemarahan ketika ada insiden. Tanpa bermaksud meremehkan bahayanya anak jatuh tapi lebih dari itu. Yang sangat melukai dan melekat seumur hidup adalah ketika salah satu diantara anak-anak ada yang terkena marah, apalagi marahnya besar dan dasyat. Hayo, coba tebak gimana marah yang besar dan dasyat itu? Hehehe...just kidding ya, semuanya pasti paham deh. Kemarahan yang terucap lepas kepada anak-anak tentu sangat berpengaruh negatif. Terutama pada kejiwaan anak-anak. Mereka akan terpukul dan merasa minder dan seakan semua orang membencinya. Selain itu dengan kemarahan maka anak anak akan saling membenci satu sama lainnya. Tentu saja dalam cerita di atas, yang kena marah akan membenci yang dibela. Artinya kemarahan akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa kasih sayang anak-anak.

Jadi, bijaksana dalam menangani keributan pada anak-anak adalah pilihan yang tepat. Jangan utamakan emosi. Tapi jagalah perasaan anak-anak. Supaya persaudaraan mereka dengan sesama tetap terjalin erat.

So, semangat perbaiki diri 

MERTUAKU 1 - ORANG TUAKU 1

Beberapa hari yang lalu, teman sekantor bercerita panjang lebar terkait kehidupan rumah tangganya yang baru ia bangun beberapa tahun ini. Dalam ceritanya, dia mengatakan bahwa ekonomi nya carut marut alias serba kekurangan. Saya pun maklum, karena dia seorang guru sukwan di sekolah swasta. Pun bayarannya tak sampai di angka 500 ribu. Kondisi ini kemudian semakin parah ketika mertua yang dia ikuti untuk tinggal mulai ikut campur dan semua keluarga istri seakan menuntut dirinya untuk memiliki gaji yang lebih besar dan tak kalah sama gaji saudara - saudara lain dari pihak istri. Tentu saja dengan kondisi seperti ini menjadikan teman saya semakin tertekan dan menjadikan dirinya mengeluh setiap saat. Seperti tak ada cahaya dalam dunianya. Gelap ... ya gelap. Dia hanya murung dan muka serasa ditekuk dengan semua kondisi buruk yang lagi mendampingi hidupnya.

Kisah teman tersebut tak terhenti sampai di situ saja. Terus bersambung hingga akhirnya, nama mertua yang notabene orang tua istri dan sudah resmi menjadi orang tua sendiri setelah akad nikah dulu terucap, mulai ikut - ikutan dicemarkan sama dia. Mertua yang selalu mencemoohlah, sering bentak - bentaklah, bahkan dari ceritanya ... mertua seperti tak menganggap dia seperti anaknya. Ah, mertuaku ... terima kasih telah kau berikan anakmu kepadaku dengan harga tak mahal ! Itulah yang harusnya terucap dari seorang menantu. Tapi, apalah buat ... semua serba terbalik dan sepertinya sengaja dibalik. Hmmmm ...

Adakah yang senasib dengan teman saya itu ? Ah, mudah - mudahan tidak ya. Tapi pemirsa, sebenarnya kalau saya memandang dari sudut mertua. Tentu saja sikapnya yang menuntut itu tak bisa disalahkan 100%. Lho ? Bukan main bela membela sih, tapi cobalah kita berada di posisi beliau, orang tua mana yang tega melihat anaknya menderita dengan uang belanja kurang dari 500 ribu tiap bulannya, tentu tidak ada kan? Begitulah yang dirasa mertua dari cerita di atas, semua yang telah terucap kepada menantunya tak lain hanyalah ungkapan tersirat akan sebuah kasih sayang kepada anaknya sendiri. Oleh karena itu para menantu, pahamilah mereka, mereka tetap menganggap menantu adalah anak. Namun, kemungkinan besar mertua tak mampu berucap dengan kalimat yang pas, yang sesuai dengan selera menantunya. Miliklah hati yang luas seluas samudra. Lihatlah semua keburukan dengan mata hati yang positif. Jadikan semua yang diucap mertua menjadi cambuk motivasi yang memecut semangat untuk terus ikhtiar dan ikhtiar. Mohonlah doa dari mertuamu. Bukankah mertua adalah orang tuamu juga. Dan doa orang tua adalah mustajab / terjawab. Ikhlaslah akan semua perilaku mertua kepada dirimu, wahai menantu. Dan terakhir, yaqinlah bahwa Alloh SWT akan menjawab semua ikhtiar kalian para menantu. Tak selamanya kesusahan ada pada hidup kita, asal kita tetap ikhtiar dengan maksimal, Insya Alloh ...

Lain minggu lain hari, beda pula ceritanya. Dua hari kemarin, tepatnya hari kamis. Secara tiba - tiba seorang ibu yang jauh diseberang sana berkirim pesan lewat whatshapp. Panjang cerita di sana, intinya ada ketidakcocokan dengan ibu kandung sendiri terkait ekonomi atau keuangan yang selama ini selalu dia kirim ke ibunya. Seorang ibu yang bekerja di negeri orang demi mencari uang guna biaya pendidikan anaknya yang sudah SMP. Selama dirantau, anak ibu ini dititipkan ke neneknya. Dalam perjalanan hidup di rantau, nenek selalu dikirimi uang buat biaya anaknya. Namun, nenek rupanya berkarakter keras dan hemat sehingga uang saku yang diberikan kepada cucunya dinilai sangat kecil dan ini diperhebat lagi oleh sang anak yang merengek dan menangis di telphon, mengadu perihal nenek yang bersikap tak sesuai dengan keinginannya. Alhasil nenek selalu dipersalahkan dan menilai uang kiriman selalu habis buat kebutuhan pribadi nenek. Ah, entahlah ... saya membaca pesan dalam whatshapp yang panjang lebar terasa sesak dan pilu juga. Zaman sekarang, bukan anak -anak saja yang perlu di ajarin bagaimana cara menghormat orang tua. Namun, anak yang juga berlabel orang tua sudah lupa atau mungkin belum terkenalkan akan sebuah konsep hormat orang tua. Anak sudah berani bercerita keburukan orang tua sendiri kepada orang lain tanpa rasa malu. Seperti hilang semua jasa orang tua kepada kita sebagai anak

Orang tua adalah orang yang berjasa luar biasa akan kehidupan kita. Orang tua adalah orang yang paling besar sayangnya kepada kita. Kita terlahir sudah tersiapkan bahkan berlebih kasih sayang terhadap kita. Merawat dan mendidik dengan bersusah payah. Mungkin ketika itu ada keterbatasan ekonomi, harus pinjam sana sini untuk memenuhi kebutuhan kita. Mungkin juga penuh dengan peluh ketika kita merengek minta sesuatu. Disaat lezatnya menikmati makan mungkin kita tanpa merasa bersalah kita BAB di pangkuan atau di depannya. Ah, kita sungguh merepotkan waktu itu. Lalu, sekarang ketika kita sudah berkeluarga dan memiliki anak, masih juga kita merepotkan orang tua kita dengan menitipkan anak - anak kita kepada orang tua. Ah, kita !

Ayolah, kita sebagai anak lebih banyak intropeksi diri, janganlah egois dengan menyalahkan orang tua saja. Berpikirlah dan ingatlah masa lalu. Dan bijaklah dalam mengarungi dunia.


KEINGINAN JELANG TIDUR

  Jangan tanya ya, kenapa? Karena mata sebenarnya tinggal 5 Watt tapi keinginan masih 100 persen.  Dan entah dari mana, saat ini butuh sekal...