Hari ke - 3
Edisi Ahad, 8 Maret 2020
ANAK JALANAN
Teringat awal berjumpa denganmu. Engkau begitu ceria, senyummu dan tawamu. Namun, ada setitik harapan tersembunyi di balik matamu seakan engkau ingin mengungkap betapa besar rasa rindu pada ibu. Ibu yang telah lama pergi dan tak kan pernah kembali. Ibu yang meninggalkan dirinya bersama seorang kakak dan dua adik. Sejak kepergian Ibu, tak ada sandaran dan pelukan hangat yang dulu pernah di rasa. Ayah yang juga hilang keseimbangan hidup, jangankan mikirkan anak - anaknya, mikir untuk diri sendiri saja seperti tak ada pentingnya lagi. Anak-anak nya hanya bisa berharap semoga esok ada sinar mentari yang akan bersinar cerah.
Edisi Ahad, 8 Maret 2020
ANAK JALANAN
Teringat awal berjumpa denganmu. Engkau begitu ceria, senyummu dan tawamu. Namun, ada setitik harapan tersembunyi di balik matamu seakan engkau ingin mengungkap betapa besar rasa rindu pada ibu. Ibu yang telah lama pergi dan tak kan pernah kembali. Ibu yang meninggalkan dirinya bersama seorang kakak dan dua adik. Sejak kepergian Ibu, tak ada sandaran dan pelukan hangat yang dulu pernah di rasa. Ayah yang juga hilang keseimbangan hidup, jangankan mikirkan anak - anaknya, mikir untuk diri sendiri saja seperti tak ada pentingnya lagi. Anak-anak nya hanya bisa berharap semoga esok ada sinar mentari yang akan bersinar cerah.
Yah, sejak ditinggal ibunya, ada tawa yang dipaksa, ada suara yang yang alot terlontar. Dia anak yang lumayan dalam kemampuan hafalannya. Bahkan kini dia telah memiliki hafalan Qur'an sebanyak 7 juz. Namun semua tak bertahan lama. Dia yang masih belia, usia baru 15 tahun harus berpikir sendiri bagaimana bisa memiliki sesuatu yang sama dengan teman - temannya. Dia bahkan rela menjual rasa malu untuk mengamen di perempatan jalan hanya untuk 2000 bahkan 1000 rupiah perlagu.
Mungkin di luar sana banyak anak - anak yang senasib dengan anak dalam cerita diatas. Anak - anak jalanan gembel yang mungkin sering mengganggu jalan kita, sering kita kasih label anak nakal. Bahkan tak jarang mereka menerima umpatan bahkan ejekan sebagai peminta - minta. Apapun mereka, sesungguhnya mereka punya alasan yang kuat, alasan yang kemudian memutuskan menjadi anak jalanan. Dan tidak semua alasan mereka kita ketahui dan bisa dipahami.
Apapun alasan mereka, saya yakin bahwa di hati kecil mereka sangat ingin hidup bahagia, berkumpul dengan keluarga, bercanda tawa dengan adik kakak dan sesekali bahkan sering di tengah - tengah canda ada ciuman hangat dari ayah bunda.
Wahai pembaca mungkin di antara Anda tak setuju dengan apa yang saya tulis kali ini, namun sedikit ajakan mari kita menilai dengan bijak, tak semua yang buruk di mata kita adalah memang benar - benar sebuah keburukan dalam sosial. Karena mereka adalah manusia, manusia yang sejatinya menginginkan kebahagiaan selayaknya kebahagiaan yang dimiliki orang lain. Jika kita tak mampu memberi apa yang mereka butuhkan, minimal kita tidak memberi label buruk pada mereka. Mereka para pelajar atau usia pelajar yang lagi genjrang genjreng di perempatan jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar