Kamis, 27 Februari 2020

Alloh SWT bayar sekolah

Sambil nunggu anak - anak pulang dari bimbel, seorang ibu yang sepertinya masih seusia denganku, ku persilahkan masuk dan bincang santai diantara kami berdua. Bincang santai dan masih seputar pendidikan anak - anak. Sekilas info yang dapat ditangkap waktu itu adalah beliau seorang ibu dari 4 anak yang semuanya cowok. Bekerja di rumah dengan usaha warung kecil - kecilan sekedar untuk memenuhi kebutuhan tetangga, itu adalah keseharian beliau. Tak cukup itu, di sore hari beliau mengajar ngaji di salah satu TPA milik saudaranya yang jarak kurang lebih 3 km dari rumahnya. Bincang yang akhirnya sampai pada cerita tentang sekolah anak - anak beliau yang menurut pribadi saya, sekolah anak - anaknya merupakan sekolah yang sekelas dengan VIP. Dengan sungkan, meski penasaran juga sih ... suami sepertinya bekerja di wiraswasta juga, kayaknya sih hehehe ...

Tak hanya saya rupanya yang bilang itu sekolah VIP, ternyata suami beliau juga sama. Dalam ceritanya, suami sempat khawatir ketika mendaftarkan putra keduanya di sekolah yang biaya pendidikan awal sebesar 3 juta rupiah. Namun dengan kegigihan serta kepasrahan luar biasa sang istri. Akhirnya dia mampu meyakinkan suami yang masih ragu dengan sebuah kalimat : "Biarlah Alloh SWT yang bayar biaya sekolah anak kita, mas ". Maklumlah bagi saya dan termasuk keluarga ibu tersebut, biaya sebesar itu butuh beberapa hari bahkan beberapa bulan untuk mendapatkannya. Hari ini terpenuhi semua kebutuhan kami itu sungguh kenikmatan yang luar biasa. 

Kepasrahan total berarti melibatkan Alloh SWT dalam urusan kita, urusan pendidikan anak - anak kita. Kepasrahan total memancarkan aura keyakinan luar biasa akan sifat kaya nya Alloh SWT tanpa keraguan sedikitpun. Keyakinan yang kemudian menuju terwujudnya impian kita.

Mari bersama kita belajar yakin bahwa Alloh SWT adalah Maha Kaya. Penghasilan kita sejatinya bukan hasil dari kerja kita. Penghasilan kita murni dari Alloh SWT. Pekerjaan sekedar wasilah untuk mendapatkan apa yang ingin kita gapai.

Minggu, 23 Februari 2020

BUNDA, JANGAN MARAH YA ...

" Bunda, jangan marah ya " adalah kalimat yang seakan ingin dikatakan oleh buah hati kita kala dia melakukan sebuah kesalahan. Namun dengan berbagai kondisi yang ada, sebagai bunda terasa sulit sekali untuk tidak marah. Marah bagi seorang bunda merupakan jalan tercepat, jalan pintas supaya anak - anak menjadi penurut. Bahkan sikap marah ini juga sering ditemui di lembaga - lembaga pendidikan, karena menurut para bunda dan guru, marah merupakan cara yang paling efektif untuk membuat anak menjadi penurut. Meski, sadar atau tidak bahkan penurut yang diharapkan hanya bersifat sementara saja.

Wahai Bunda, mungkin ada terbersit dalam benak kita, kenapa yang jadi fokus marah adalah seorang bunda, apakah bunda merupakan satu - satunya makhluk yang suka banget sama marah ? Ah, tentu saja tidak. Pelaku marah tidak hanya bunda saja, banyak sekali. Namun yang diketahui penulis saat ini, marah lebih dekat kepada para bunda, meski tak semuanya ya ... Karena saya yakin, pasti banyak juga bunda yang bisa mendidik anak - anak tanpa menggunakan marah sebagai senjata pamungkas. Lalu pertanyaan berikutnya, apakah marah tidak boleh diterapkan dalam mendidik anak - anak ?

Sedikit berbagi di sini ya Bunda ... " Marah dalam mendidik anak - anak boleh - boleh saja, jikalau situasi, kondisi dan tidak ada jalan lain selain marah untuk menegurnya dan itu sudah kita awali dengan komunikasi dan pendampingan ". Hal tersebut yang telah tersampaikan oleh Ibu Muflikhatus Sholikhah, MPdI dalam Parenting online yang diadakan oleh Bimbel Avicenna seminggu yang lalu.Disampaikan juga oleh beliau bahwa ketika marah maka ada beberapa hal yang harus diingat, diantaranya :

  1. Anak - anak kita adalah anugerah terindah yang Alloh SWT berikan kepada kita sekaligus amanah yang sangat kita rindukan
  2. Pahamilah bahwa anak tetaplah anak yang akan selalu ingin dekat dengan orang tuanya, terutama jika punya masalah
  3. Kita harus konsisten dalam melihat masalah sehingga jangan sampai karena kelalaian kita sehingga kita lupa dan kebablasen dalam meluapkan kemarahan
  4. Jangan tergesa - gesa menghukum anak kita, jika kita melihat mereka memang melakukan kesalahan
Hal tersebut diatas mungkin bisa menahan kita dari marah. Namun yang lebih penting lagi adalah kita sebagai orang tua harus evaluasi diri, sudah konsistenkah kita dalam berucap, bersikap dan bertindak. 

Semoga kita semua dimudahkan dalam mendidik anak - anak, InsyaAlloh semuanya demi generasi emas kita.


Salam semangat berbagi dan belajar ... " No everytime without learn ". Orang tua hebat akan terwujud jika selalu upgrade diri dan tak pernah bosan dalam belajar.



Rabu, 19 Februari 2020

SYUKUR YANG TERLUPAKAN

Ah ... Sungguh naif diri ini, udah beberapa tahun baru sadar betapa Alloh SWT memiliki skenario yang luar biasa. Skenario yang semuanya ditujukan untuk kebaikan kita. Kesulitan selalu hadir bersama kemudahan. Namun, ketika kesulitan itu hadir justru kita lupa akan hikmah dibalik itu semua, kita lebih fokus pada kesulitan. Kita lebih disibukkan meratap kesedihan. Janji Alloh SWT tak pernah ingkar, semuanya benar adanya. Dalam surat An - Nashr, "Dalam kesulitan ada kemudahan", begitulah ternyata jika kita mau lebih menelisik sela - sela kehidupan, pasti kita menemukan yang namanya kemudahan bersama kesulitan. Itulah yang dimaksud dengan Syukur yang terlupakan. Kita lebih mendahulukan meratapi kesedihan dari pada mensyukuri hikmah setelahnya. Bahkan tak lepas setelah itu, yang sering kita ceritakan ke orang lain adalah kesulitan - kesulitan kita. Kita lebih menonjolkan heroik kita setelah kesulitan. Kita seakan tersihir olehnya, sehingga membuat kita lupa bersyukur.

Sama halnya ketika kita direpotkan dengan hiruk pikuknya beserta keruwetan dalam merawat 3 anak yang masih balita. Kita sibuk menceritakan kesana kemari, bagaimana menangani si bungsu, si tengah yang rewel aja bahkan si ragil yang kerap kali membuat kita tidak bisa tidur nyenyak di malam hari. Kita telah lupa, bahwa dibalik itu kita mendapat karunia yang amat luar biasa. Karunia 3 anak yang kelak akan menjadi penyejuk hati kita. Kita lupa, memiliki anak apalagi 3 adalah karunia besar, coba Anda tengok di luar sana banyak sekali wanita yang telah sekian lama menikah namun tak kunjung diberi momongan. 

Padahal jikalau kita ingat bahwa Alloh SWT akan menambah nikmat kita jika kita mau bersyukur ... hmmm, alangkah indahnya. Jika saat itu kita sebentar merasakan jleb ketika hati bersedih lalu berdoa dan pasrah. Kemudian beriring keindahan - keindahan yang membuat hati berbunga dan kemudian bersyukur. Ah ... janji Alloh SWT sangat jelas, pasti nikmat akan ditambah.

Itulah sedikit renungan buat kita semua. Bahwa kemudahan pasti akan datang. Dan bersyukurlah, karena dengan itu maka Alloh SWT akan menambahnya, Aamiin.


SHOLEH DENGAN BERCERITA

Pagi, seperti biasa saya berangkat ke sekolah dengan si kecil. Bincang dan canda kerap kami lakukan di tengah - tengah perjalanan kami. Perjalanan yang lumayan jauh buat kami, kurang lebih 6 km jarak rumah dan sekolah yang kami tempuh tiap harinya. Yang menarik pagi kemarin, ketika dia mengucapkan : " Bunda Alloh SWT pinter ya kalau menata awan, ada yang hitam ada yang putih ... Semuanya tertata rapi ". Hmmm ... Rupanya si kecil sedang mengagumi pemandangan awan pagi. Pemandangan yang mungkin tak semua orang bisa menikmati dan tak semua dari kita sempat memandang keindahan ciptaan Alloh SWT. " Alhamdulillah ya sayang kita bisa melihat keindahan itu, Alloh SWT itu emang Maha pinter, tak ada manusia pun yang mampu menata awan seindah itu, makanya kenapa kita harus berterima kasih sama Alloh, karena Alloh SWT akan menciptakan keindahan - keindahan buat kita ... Yuuuks, ucapkan Subhanalloh " jawabku.

Ayah bunda, situasi seperti ini adalah sebuah momen yang tepat untuk mempengaruhi anak-anak kita. Dengan kondisi segar, rileks dan semangat. Maka jangan sampai kehilangan momen seperti ini, karena momen - momen seperti ini akan mudah sekali kita menyampaikan nasehat atau ilmu kepada anak-anak kita. Semisal dialog di atas, maka ucapan yang harus dikeluarkan ketika kita takjub sudah kita sampaikan ke anak-anak kita. Dan semua yang sampaikan ketika kondisi anak-anak rileks akan lebih tahan lama dan akan membekas pada ingatannya.

Maka sebagai orang tua, peka dalam melihat kondisi adalah penting. Karena nasehat tidak bisa diberikan pada segala kondisi. Sholeh dengan bercerita dalam kondisi tepat akan sangat luar biasa.

Yuuuks, selamat berbagi ...

MANUSIA DEWASA ITU RUWET !

Hari ini kami berdialog, kudekati dia dan ada bincang akrab diantara kami. Namun dia yang masih belia sangat terlihat oleh gaya bicara yang menggebu.... menggebu dengan sedikit protes yang sinis. Dalam dialog kami, dia bertanya : " Emang bu Ratna (nama samaran yee .. ) sibuk apa sih bu, kok jarang masuk ngajarnya ?". Ehemmm ... mau dijawab apa coba, mau dijelasin juga kayaknya belum menemukan untaian kata yang pas buat dia, takutnya salah kata ... eh, malah kena protes lagi. Hehehe... maklum, kini lawan bicara mimin adalah sosok remaja yang super kritik. Gak dijelasin, eh malah jadi marahnya juga, "gitu aja rahasia !". Akhirnya, cuma senyum dan satu kalimat ajaib keluar. Taraaaa .... " suatu saat pasti kamu akan ngerti, sayang " Nah lho, bikin penasaran juga kan ...

Bicara dengan usia yang berbeda terkadang butuh ilmu yang khusus, apalagi dia yang masih baru mengalami puberitas. Masa dimana dia tak mau disalahkan, semua ucapannya adalah benar. Masa dimana dia bak penguasa, kalau maunya A ya A gak maulah yang namanya B, C apalagi Z. Kalau mau ceritain dunia orang dewasa kepada para remaja, cuman satu kalimat yang pas, "Manusia dewasa itu ruwet !". Banyak hal yang tak bisa diungkapin kepada mereka dengan gamblang, karena kalau dipaksakan bisa jadi boomerang buat kita sendiri. Alhasil, bijak dalam bicara sangat penting pada saat ini.

Mari bersama kita jalin komunikasi sehat dengan remaja kita. Komunikasi yang membuat hubungan semakin dekat dan manfaat. Dengan komunikasi sehat, pengaruh - pengaruh positif akan sangat mudah kita transfer kepada remaja. Sehingga mimpi kita memiliki generasi emas bisa terwujud, salah satu caranya adalah dengan komunikasi sehat.

Salam ukhuwah ...

Selasa, 18 Februari 2020

SEHARI PENUH ILMU

Ku pandangi  wajah teduhnya, begitu adem. Dan nampak kalau wajah penuh dengan dzikir dan tak pernah kering dari air wudhu. Namun ada sesuatu yang membuat diri ini aneh. Aneh karena hari ini terdengar ucapan yang jauh dari dugaan. Ucapan yang tak semestinya keluar dari lesan seorang tokoh. Ah, entahlah ... Apa terlalu perfectkah diri menilai seseorang ?

Tanpa bermaksud menilai buruk akan seseorang, namun ada ilmu di dalamnya, bahwa kebaikan seseorang tak hanya dari bagaimana dia dekat sama Tuhannya namun ada sisi lain yang harus diperhatikan, yakni hubungan sesama manusia juga harus menjadi perhatian.

Bagi diri ini, menjadikan semua kejadian tersebut diatas menjadi sebuah simpulan bahwa kesuksesan seseorang harus diraih dengan dua proses, diantaranya : Kedekatan dengan Tuhannya dan lihainya hubungan dengan sesama. Keduanya butuh ilmu yang sangat penting dipelajari. Keduanya sukses maka InsyaAlloh hidup pun akan sukses

Salam semangat, semakin baik

Sabtu, 15 Februari 2020

Nakalku, karena orang tuaku

Beberapa hari yang lalu, teman sekantor mengirimkan semacam artikel yang sangat singkat, semacam pesan buat semua orang tua. Pesan yang sepertinya beliau ambil dari kiddozstore, yang diantara isinya adalah sebagai berikut, Sebab-sebab kenakalan pada anak diantaranya :
1. Orang tua yang jauh dari agama
2. Lingkungan sekitar yang buruk
3. Perlakuan yang buruk dari orang tua
4. Tayangan - tayangan film kekerasan
5. Percekcokan orang tua
6. Perceraian orang tua dan ditambah lagi dengan kondisi yang miskin.

Sedikit kiriman pesan yang saya dapat setelah beberapa jam lalu kami sempat berbincang mengenai anak -  anak yang nakal. Mungkin diantara orang tua, pendidik atau siapapun Anda, kurang setuju dengan statement saya yang seakan hanya orang tua sajalah yang bersalah dalam kenakalan anak-anak. Padahal pada kenyataannya, orang tua merupakan orang satu - satunya yang mengantarkan kita dengan sangat ikhlas menuju gerbang kesuksesan. Begitu payah dan lelahnya orang tua dalam melahirkan, mendidik kemudian dengan segala tetek bengeknya hingga kita dewasa saat ini. Dan parahnya kemudian orang tua disebut sebagai penyebab kenakalan kita ( jika kita alumni anak nakal ... Hehehe). Sabar dulu ya gaesss, saya pribadi yang penuh dengan segala kekurangan adalah hasil didikan emak bapak alias orang tua. Namun dengan segala hormat dan moga keridhoan beliau senantiasa mengiringi langkah ana saat ini, tak ada maksud meremehkan bahkan tak menghargai jerih payahnya beliau emak bapak.

Tapi seiring waktu dengan segala fasilitas yang disediakan oleh orang tua pula akhirnya ilmu akan pendidikan seakan sedikit menjadi fokus saat ini. Ilmu pendidikan yang mudah-mudahan bisa menjadi bekal kita dalam mendidik generasi lanjut setelah kita.

Orang tua bukan satu-satunya penyebab kenakalan anak-anak. Terbukti, beberapa artikel termasuk yang telah dikirim oleh teman, disitu tertulis masih ada hal lain yang berpengaruh akan kenakalan anak-anak, misal tentang pengaruh lingkungan. Namun coba kita telisik kembali diantara penyebab yang paling banyak adalah tetap orang tua. Mulai dari cara mendidik hingga pada kondisi perceraian. Lalu, bagaimana kah?

Iya jadi gini, orang tua merupakan guru pertama bagi anak anak. Jika orang tua selaku pendidik/guru pertama, tentu memiliki andil yang sangat besar dalam memberikan pondasi kehidupan bagi anak. Kenapa saya sebut pondasi? Iya karena jika pondasi kuat maka goyahnya sebuah bangunan akan terminimalisir. Dengan istilah lain, dengan pondasi kuat maka bangunan tak mudah roboh. Inilah yang ingin saya sebut dalam tulisan saya, jika pondasi pendidikan yang diberikan orang tua sangat kuat dan mengakar maka anak tidak mudah terombang-ambing kan kondisi zaman yang semakin jauh dari kebenaran. Anak akan memiliki pegangan hidup karena hati telah terbentuk dari pondasi pendidikan orang tua.

Nah, kalau orang tua adalah guru pertama sebagai pembangun pondasi. Jika anak nakal, apakah kita langsung menyalahkan si anak? Tidak begitu kan ... Maka orang tua harus juga bisa instrospeksi diri. Lalu apakah dengan begitu kenakalan anak bisa teratasi ? Bisa, karena dengan kerjasama dengan semua pihak dan tentunya libatkan Alloh SWT dalam hal ini, InsyaAlloh anak nakal akan menjadi lunak dan sesuai dengan pengharapan kita ... Aamiin Ya Robbal Alamiin




Selasa, 11 Februari 2020

ANTAGONIS - Parenting

Bincang - bincang mengenai anak - anak tak ada habisnya. Karena kehidupan anak begitu ramai dan sangat seru. Mulai dari kehidupan yang membuat kita semua tersenyum hingga pada kejadian - kejadian yang membuat hati terasa sesak. Mungkin diantara kita hati begitu luas memberikan pemakluman ketika kenakalan - kenakalan terjadi pada anak- anak bawah lima tahun, karena kita sadar bahwa anak-anak seusia balita kenakalan terjadi karena memang asli karena ketidak tahuan dan masih fase tumbuh kembang organ dan mental anak-anak. Namun bagaimana ketika kenakalan terjadi pada usia remaja ? Usia dimana anak - anak sangat paham dan mudah diberi penjelasan - penjelasan. Namun usia remaja merupakan usia gengsi yang paling tinggi. Mereka para remaja akan sangat merasa rendah diri ketika di suruh - suruh atau mungkin mereka harus belajar dari orang lain yang mungkin lebih baik darinya. Bahkan kemungkinan besar para remaja akan sangat penasaran akan dunia baru tanpa mengenal akibatnya. Mereka akan sering melanggar peraturan - peraturan yang seharusnya dipatuhi, semua itu terjadi karena jiwa pencarian jati diri yang terus meningkat, membuat mereka berjiwa mencoba dan ingin mencoba lagi. 

Dan hal tersebutlah yang kemudian membuat kita sebagai orang dewasa merasa geregetan hingga memuncak pada emosi yang meledak. Bukan sebuah keanehan, karena kita sebagai orang dewasa lebih sering menuntut anak-anak menjadi baik, pribadi unggul dalam kebaikan bisa terwujud dalam waktu yang instan. Bagaimana mungkin ? Iya itulah kenyataan dalam dunia pendidikan, instan atau cepat adalah sebuah harapan yang seakan menutupi segala proses. 

Kemudian ada dialog diantara kami selaku pendidik yang menemui titik jenuh akan tuntutan sebagai pendidik dan juga dengan kenyataan yang ada di depan mata. Sehingga dalam dialog kami ada sebuah ungkapan bahwa seorang pendidik perlu juga berperan sebagai antagonis. Lha ? Maksudnya, antagonis dalam konsep pendidikan yang kami pahami dalam dialog tersebut, antagonis merupakan sikap stressing, keras, menakuti dan ada ancaman - ancaman yang kemudian bisa membuat anak-anak menjadi takut sehingga anak-anak menjadi pribadi yang penurut. Sehingga pada sifat antagonis ini tidak melarang akan adanya pukulan dalam mendidik, berkata kasar bahkan sampai melukai dengan tujuan anak anak kapok. 

Jujur dalam dialog tersebut, kami sebagai pendidik yang sudah berpuluh tahun lamanya berkecimpung di dalamnya merasa antagonis bukanlah sifat pendidik. Bagaimana pun juga, seorang pendidik harus mampu menjadi contoh. Bahkan mau tidak mau, ketika pendidik merupakan pilihan profesi kita, maka seluruh gerak dan ucapan kita akan secara otomatis ditiru oleh anak-anak. Apalagi jika peran antagonis merupakan santapan setiap hari. Maka lambat laun, peran antagonislah yang akan dipilih anak - anak dalam mengarungi hiruk pikuknya kehidupan. Sehingga kekerasan, main pukul dan lain sebagainya akan menjadi budaya anak - anak kita. 

Kalau seperti itu adanya, kenapa bukan peran protagonis yang kita pilih. Peran dimana anak-anak diperlukan dengan menghargai mereka sebagai pribadi yang masih butuh bimbingan ekstra. Butuh motivasi dan butuh lingkungan yang selalu mendukung kegiatan positif mereka. Mendidik dengan lembut akan melahirkan pribadi yang bijaksana. Mendidik dengan senyuman akan melahirkan pria yang ramah. Anda suka yang mana ?
Yuuuks ... Pilihlah metode yang terbaik. Karena kebaikan yang kita tanam hanya ini kelak akan kita panen dengan kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi.

Selamat rehat ... Semoga tidur kita menjadi bekal buat sebarkan kebaikan kebaikan esok ... Aamiin

Minggu, 09 Februari 2020

NENEKKU MARAH - MARAH

Sejak perpisahan itu, ayah dan ibu saling berjauhan. Ayah sudah menikah lagi, sementara ibu pergi merantau, untuk mencari biaya sekolahku. Sejak itu pula, aku merasa ayah dan ibu sudah tak peduli lagu sama aku. Semua canda tawa yang dulu sempat terukir indah kini telah sirna. Semuanya ditelan oleh keegoisan.

Semenjak itu pula, aku yang seorang diri dititipkan sama kakek nenek. Kakek yang setiap harinya menjemput Rizki di sawah, sementara nenek menjadi tukang pijet yang terkadang juga mengobati orang sakit ala - ala jawa. Kehidupan baruku, hampir semua kebutuhan makan dan saku sekolah terpenuhi tanpa merengek. Namun satu hal yang aku tak suka yaitu ketika nenek marah - marah karena aku pulang lebih lama dari jadwal sekolah biasanya. Aku jenuh di rumah. Aku ingin main sama teman teman ku. Aku butuh uang lebih untuk bermain bersama teman teman ku. Tapi, semua itu tak dapat aku peroleh karena nenekku seorang yang protektif dan uang saku lebih pun tak aku dapat. Aku ingin tinggal bersama ibu atau ayah, ada kebebasan yang terarah tanpa ada penekanan pada diriku.

Ayah bunda, suara hati seorang remaja di atas menggambarkan bagaimana kondisi hatinya ketika kedua orang tuanya berpisah. Meski kita semua tahu berpisah atau bercerai merupakan alternatif terakhir ketika semua cara tak mempan menyatukan dua hati. Ayah bunda, tak ada maksud menafikkan sebuah perceraiannya adalah keharusan yang terpaksa. Namun setidaknya semuanya kita dasari pada tujuan kita menikah berikut juga niat ketika memutuskan untuk mengakhiri masa lajang. Ayah bunda, mari kita singkirkan ego kita. Kita utamakan semua untuk anak-anak. Kita niatkan melahirkan, mendidik dan kemudian memiliki anak-anak yang Sholeh Sholehah. Jika semua kita tata dan bentuk rumah tangga yang hendak kita bangun sejak awal maka kemungkinan terjadi perceraian akan tipis.

Ayah bunda, mari bersama kita lurus niat kita menikah. Namun, jika memang pihak ketiga dibutuhkan dalam membentuk keutuhan rumah tangga kita, maka lakukan. Carilah dan berusaha semaksimal mungkin , demi keutuhan rumah tangga kita. Dan yang terakhir libatkan Alloh SWT dalam semua hal, demikian karena Alloh SWT Maha Pengasih dan penyayang. DIA tak akan meninggalkan kita sebagai hambaNYA dalam kondisi terpuruk asal kita senantiasa mendekatkan diri kepadaNYA, InsyaAlloh.

Jumat, 07 Februari 2020

KETIKA IBU PERGI UNTUK SELAMANYA

Sekian hari lamanya, diri kami seperti tak terurus. Ditambah lagi dengan adik yang masih kecil - kecil. Ayah harus bolak-balik ke rumah sakit untuk perawatan ibu kami. Tak ada perhatian seperti dahulu ketika ibu sehat. Hari - hari kami, makanan ada di meja adalah cukup bagi kami. Ayah fokus pada perhatian ibu karena memang sakit ibu yang sekian hari kian parah. 

Hari ini mungkin hari yang baik dan di tunggu oleh Ibu. Setelah sekian lamanya beliau merasakan sakit yang amat sangat. Namun hari ini, Innalillahi Wa Innailaihi Rojiuun ... Alloh SWT telah mengangkat penyakit sekaligus nyawa ibuku. Dia pergi meninggalkan kami dengan sakit yang mungkin tak terasa lagi. Ibu sekarang bisa tidur nyenyak tanpa keluh akan sakit yang dulu ia derita. Selamat istirahat ibuku ... Tenanglah engkau disana. Terimakasih atas semua jasamu yang telah melahirkan serta merawat diri kami hingga hari ini kami tahu indahnya dunia. Semoga amal ibadahmu diterima oleh Alloh SWT dan tunggu kami di syurga firdaus ... Ibu !

Iya, kini ibuku pergi untuk selamanya. Ketika ibu pergi untuk selamanya ... Tak ada lagi kegembiraan dalam keluarga kami. Semuanya sepi, ada kehidupan namun tak terasa ada pada kami. Kami bertiga yang semuanya cowok hanya bisa saling tatap dan tangis yang memuncah tatkala adik yang saat itu masih usia 3 tahun merengek memanggil - manggil ibu ... Ibu. Seminggu setelah meninggalnya ibu kami ditemani dan dirawat oleh saudara dan kakek nenek kami, namun sepi hening muncul berhari hari setelah melewati tujuh hari meninggalnya ibu. Oh, ibu ... Kami rindu dirimu!

Berhari-hari lamanya setelah ibu pergi, dengan segala kemampuan ayah berusahalah memberikan yang terbaik buat kami bertiga. Namun, ayah tetaplah ayah. Dia tak mampu menggantikan posisi ibu yang dengan telaten merawat kami penuh dengan kasih sayang dan omelan yang khas di telinga kami. Semuanya terasa hambar. Dan akhirnya ayahku menyerah, bagaimana pun juga dia harus pergi keluar untuk mencari nafkah demi menghidupi kami bertiga. Pagi sampai siang, kami harus mampu merawat diri tanpa ayah dan ibu. Namun bukannya semua nampak baik - baik saja. Kami seperti tak terurus lagi.

Akhirnya, setelah 40 hari diboyonglah adik kami yang masih 3 tahun ke rumah kakek nenek. Namun kami berdua yang sudah ada di SD dengan terpaksa dititipkan di sebuah pesantren. Pesantren Qur'an yang selalu mendidik kami dengan keras karena disiplinnya. 

Ada iri dan rindu ketika melihat teman se pesantren dikirim oleh ayah dan ibunya. Kami rindu masa - masa itu. Namun, semuanya sudah pergi jauh. Tak ada harapan, semuanya terputus. Hanya Ayah yang selalu aku tunggu kehadirannya. 

Ayah, engkau satu- satunya sosok penyemangat hidupku. Aku bisa tersenyum karena engkau hadir di hadapanku. Aku gembira ketika engkau datang dengan pelukanmu. Ayah, aku tahu engkau juga terluka dengan semua ini, namun kami akan lebih terluka jika kami harus kehilangan Ayah Ibu kami. 

Kami adalah manusia - manusia kecil yang butuh bimbingan dan kasih sayang darimu. Cukuplah Ibu yang pergi jauh. Ayah, peluklah aku karena kini, hanya engkau yang aku miliki...

Kisah sedih anak-anak yang ditinggal oleh Ibu nya.  Namun masih ada harapan dari seorang ayah. 
Ayah bunda, Semoga kita selalu dalam lindunganNYA. Kita mampu mendampingi putra putri kita dengan segenap jiwa raga. Memberikan yang terbaik demi masa depan mereka dan yang terpenting, selalu ridho akan hidup mereka.

Salam semangat berbagi. Kisah sedih bukan untuk membuat diri sedih berlarut. Namun, bangkit dan terus berjalan tinggalkan kesedihan ... Karena masa depan harus cerah dan secerah harapan yang telah kita pupuk sejak lahir di bumi.

Kamis, 06 Februari 2020

Senyummu ...

Sore ... Seperti biasa, hari ini pun kami keluar kantor pada sore hari. Suasana mendung yang membuat kami bergegas memacu motor dengan km/jam yang lain dari biasanya. Namun secepat apapun laju motor kami, tak mampu menolak ajakan berhenti sejenak ketika lampu lalu lintas berwarna merah, sekedar mengajak dan mengajarkan akan pentingnya menyediakan waktu dan ruang kepada orang lain untuk melewati jalan yang sama. 

Ada fokus pandang yang kemudian ada tatap beriring senyum kecut diantara kami, aku dan dia. Iya, dia yang ada di depanku, yang sedang genjrang genjreng adalah muridku sendiri. Murid yang mungkin membuat iri hati temannya karena perhatian lebih yang kuberikan selama ini. Bagaimana tidak, saat itu dia adalah seorang santriwan pada salah satu pesantren di wilayah dekat sekolah kami. Dia terlahir dari keluarga yang bahagia, namun kebahagian itu kemudian terenggut karena ibu meninggal dunia karena sakit yang di deritanya. Usut punya usut, karena kesedihan yang terjadi, maka demi pendidikan anak tercinta, kemudian sang ayah menitipkannya pada sebuah pesantren tanpa bekal yang mungkin dibilang layak seperti teman lainnya. Bertahun lamanya dia di pesantren, ada luka pada lirikan, ada senyum kecut dan hati yang sesak dia rasa. Selama kurang lebih 5 tahunan berada di pesantren, ayahnya jarang memberikan uang saku bahkan biaya pesantren pun tak kunjung di bayarkan oleh sang ayah. Iya, kesedihan yang beruntun telah di alami oleh sang ayah. Kerja tak tetap membuat dia seperti seorang ayah yang tak bertanggung jawab, meski itu tak benar adanya. Ayah ingin sekali memberikan yang terbaik buat anak - anaknya tapi semua terbentur sama ekonomi yang selalu menghambat keinginannya itu.

Akhirnya, kini dia keluar dari pesantren. Keluar bukan sebagai santri lagi. Melainkan merubah diri menjadi anak jalanan yang kerap mengais uang receh dari gitar mini dan suara yang terpaksa keluar dari lisannya. Sungguh pilu rasa hati ini, namun tak ada lagi yang bisa diperbuat. Berkali nasehat sudah tersampai dengan jelas kepadanya, namun belum mempan. Akhirnya, senyum yang dia berikan seakan mmenggambarkan hidupnya yang pelik, sedih dan tersiksa. 

Kecewa tak menyurutkan kasih sayang dan perhatian padamu nak, semoga waktu akan menuntunmu pada masa depan yang cerah. Masa depan yang akan mengantarkan diri menuju singgasana cintaNYA, ridhoNYA dan mahkota tetaplah berikan pada ayah bundamu kelak di akherat, aamiin.

Salam semangat berbagi ... Ananda telah sampai pada hafalan qur'an juz 4, namun terhalang biaya yang terbatas, kini tak berlanjut. Sekolah formal MTs kelas 8. Silahkan yang berkehendak menjadi orang tua asuh hubungi 082234482919

MENTARIKU TETAPLAH BERSINAR

Mentariku tetaaplah bersinar ...
Jangan pernah bosan tuk hadir dalam pagiku ...
Sinar cerahmu selalu ku nanti dalam duniaku ...
Engkau bak cahaya dalam mendungnya langit ...
Engkau yang selalu memberi ...
Tak pernah harap upah sedikitpun ...
Pujian dan terima kasih jarang engkau dengar
Namun umpatan sering hadir dalam indahnya kemilau sinarmu  ...

Ibu, Engkau adalah mentariku. Mentari yang selalu hadir dalam hidupku. Tak pernah terpikir untung rugi dalam merawatku. Hanya harapan besar, diriku lebih baik darimu. Tak pernah lelahmu menghapus ikhtiarmu. Dengan segenap tenaga bahkan peluh yang bersimbah engkau korbankan dirimu untukku. Ibu, Air mata yang mungkin mengering akan kenakalanku, tapi lesan lembutmu selalu bertutur bijak untukku. Ibu, Engkau bak cahaya dalam mendungnya hidupku. Engkau selalu buat diri nyaman dan sejuk dengan pelukanmu. Ibu, pujian dan terima kasih tak penting buatmu. Bahagiaku adalah senyum bahagiamu. Ibu, engkau adalah mentariku. Tetaplah bersinar meski aku tak seindah impianmu. Ibu, aku mungkin terlalu membosankan buat semua orang tapi tidak buatmu.

Ibu, mendungnya langit sebentar menutup cerah sinarmu. Air hujan yang membuatmu tak terlihat, seakan mengajarkan kerinduan kami padamu. Tapi yakinlah kami akan muncul dalam pelangi indah yang membuat dirimu tersenyum cantik. Oh Ibu ... !!!

Salam buat para ibu, jangan lelah ... teruslah berharap dan sandarkan semuanya pada Sang Pembolak balik Hati... Allohu Robbi.

Senin, 03 Februari 2020

AYAH BUNDAKU, IDOLAKU

Ayah Bundaku, idolaku ... Hmmm, andai itu kenyataan maka dunia akan sehat dan anak - anak akan tumbuh kembang menjadi pribadi yang sejuk. Yups, sejuk dalam hati para orang tua, sejuk dalam hati para guru, sejuk dalam hati masyarakat dan pemimpin. Ah, apa iya ketika Ayah Bunda menjadi idola anak - anak akan seperti gambaran barusan ? Bisa iya bisa tidak. 

Iya, jika Ayah Bunda memang layak menjadi idola anak - anak. Maksudnya ? Ayah Bunda, coba kita tengok sebentar bagaimana kehidupan artis. Bagaimana para artis seakan menghipnotis anak - anak hingga mulai dari dandanan, baju, warna baju, asesoris dan bahkan gaya bicara sudah persis kayak artis. Bagaimana coba mereka seperti itu ? Itu semua terjadi karena kehidupan anak - anak sudah terjejali dengan tontonan para artis. Hampir setiap hari bahkan setiap saat anak - anak melihat bahkan dengan jelas memahami bagaimana artis hidup. Dan hampir semua media menyediakan semua tontonan seperti itu, mulai dari majalah hingga media elektronik. Zaman sekarang lebih kompleks karena didukung oleh media sosial yang beraneka macam fiturnya. Nah, Ayah Bunda coba kita balik ke belakang, apakah kita seperti artis ? kehidupan kita terekspos seperti artis ? Dan apakah anak - anak semakin terobsesi untuk selalu mengingat dan bahkan mengidolakan kita setiap saat ? No. Dan pertanyaan terakhir, apakah kita layak diperlakukan selayaknya artis oleh anak - anak kita ? Ah, Introspeksi yang paling dalam yuuuks, Hiks jadinya, iyakan ?

Ayah Bunda, bagaimana mungkin kita diperlakukan selayaknya artis, lha terkadang anak - anak jarang kita temani, anak - anak jarang kita dampingi, kita lebih sibuk bekerja, kita lebih mengutamakan pekerjaan kantor, tugas kantor pun sampai kebawa ke rumah, anak - anak hanya korban dari lelah kita, anak - anak hanya menikmati waktu sisa kita, anak - anak lebih sering tertuntut, anak - anak lebih kita percayakan sama pengasuh. Lagian, kalau ada waktu yang panjang bersama anak - anak di rumah, lalu apakah kita semenarik para artis yang kemuadian menjadikan anak - anak lebih betah bersama kita sebagai orang tua ? Kita itu ibarat manusia jadul banget sudah gak di lirik sama anak - anak, kita kurang menarik di hadapan mereka, kita para orang tua gak nyambung di ajak ngobrol. Ah, kita !

Ayah Bunda, yuk kita kupas satu persatu supaya kita sebagai orang tua tak kalah dengan para artis ...
1. Kualitas orang tua
Pepatah mengatakan " Buah jatuh tak jauh dari pohonnya ". Begitu juga dengan anak kita. Anak -    anak kita merupakan cerminan dari kita sebagai orang tua. Jika kita menginginkan anak - anak yang sholeh maka sholehkan dulu diri kita. Jika kita ingin anak - anak kita rajin sholat, ya kita harus rajin dulu sholatnya. Jika kita ingin anak - anak kita selalu tampil rapi kemana pun pergi, ya kita sebagai orang tua jangan acak - acakan ketika bepergian. Begitulah, kita sebagai orang tua harus pantas dijadikan contoh sebelum kita menginginkan itu semua ada pada anak kita. Sehingga anak - anak tidak perlu mencari figur - figur untuk di contoh. Karena bagaimana pun juga ketika tak ada figur panutan di rumah maka anak - anak akan lebih mudah mencontoh kehidupan orang lain yang jauh sekali dengan apa yang ingin kita terapkan pada anak - anak kita. Apa yang baik dan sesuai dengan anak - anak kita, kitalah para orang tua yang tahu dan paham. Maka biarkan anak - anak Anda mencontoh diri Anda yang berkualitas karena itu jelas terarah. Terarah menuju visi keluarga kita, Insya Alloh
2. Waktu bersama mereka
Okelah, Ayah Bunda adalah sosok yang berkualitas, sosok yang layak dicontoh. Lalu, apakah kita sudah all time dalam mendampingi anak - anak ? Hmm ... kalau all time sih gak mungkin ya. Minimal kita selalu ada waktu khusus buat buah hati dalam setiap harinya. Jika Ayah Bunda adalah seorang pekerja kantoran, ya usahakan semaksimal mungkin di rumah tidak membawa pekerjaan kantor. Jadikan waktu di rumah khusus untuk keluarga termasuk anak - anak kita. Jadikan waktu - waktu bersama anak adalah waktu - waktu yang berkualitas. Buatlah anak merasa senang berada di samping Anda, senang di dampingi orang tua. Sehingga dengan demikian anak akan betah di rumah dan pastinya tidak mencari me time nya mereka di luar sana termasuk bersama idola anak - anak, sang artis di Handphone mereka. Buatlah Anda sebagai orang yang dinomrsatukan oleh anak. Anak merasa cukup dan nyaman dengan kebersamaan Anda wahai Ayah Bunda.
3. Berkomunikasilah dengan segaul mungkin
Gaul ? What ? Mana mungkin ya kita bisa gaul sama anak, entar jadinya anak ngelunjak? Ah, tidak Ayah Bunda. Komunikasi dengan anak perlu dengan gaya yang sesuai dengan zaman anak. Meski kita tidak 100 % mengikuti zaman now, tetapi minimal kita paham betul, bagaimana perkembangan zaman dan bagaimana sebaiknya kita menerapkan pada anak. Tidak bisa dipungkiri bahwa orang tua yang bersifat kaku akan jarang didekati oleh anak. Orang tua seperti ini sangat membosankan. Sehingga mereka para anak akan lebih suka mencari lawan bicara di luar sana yang lebih enjoy, santai, mengena dan pastinya gaul ya. Nah, jika orang tua sendiri di jauhi maka sudah pasti anak akan mencari gaya - gaya di luar sana termasuk gaya para artis akan kerap menjadi gaya hidupnya.

Jadilah diri kita sebagai model atau iklan yang sering di lihat oleh anak - anak kita. Tentunya, iklan atau model yang sesuai dengan visi keluarga kita. Sehingga dengan demikian ada jalan yang jelas, upaya yang jelas dan terarah ketika kita ingin membentuk anak - anak sesuai dengan keinginan kita. Dan yang terakhir, Kita sebagai orang tua bukanlah penentu segala - galanya terkait kehidupan anak. Ada Sang Penentu, tugas kita adalah berupaya, berikhtiar. Selebihnya serahkan pada Sang Kuasa, Ilahi Robby. Berdoalah, mintalah semua ikhtiar kita sukses 100 %, Insya Alloh doa - doa orang tua adalah mustajab. Aamiin

Sabtu, 01 Februari 2020

TIM KOMPAK EDISI PARENTING

Hmmm ... Kalau bicara masalah kompak pastinya ada tim di dalamnya. Dan hampir semua agenda besar perlu yang namanya tim kompak. Jelas saja karena dengan adanya tim yang kompak maka pekerjaan yang sangat berat akan terasa ringan. Betulkan? Pasti betul deh ... Namun pekerjaan besar yang menjadi fokus kita pada tulisan ini adalah tentang masalah parenting atau pengasuhan pada anak-anak. Lho, apa kaitannya? Ada kaitannya donk ... Yuk, simak ulasan berikut ... Cekidot ...

Seperti yang menjadi pembahasan parenting online yang di founderi oleh Ibu Umi Maisyaroh dalam komunitas IHI, Jum'at lalu. Pemateri, Ibu Muflikhatus Solichah, MPdI menyampaikan bahwa salah satu keberhasilan dalam pengasuhan anak adalah harus ada tim keluarga yang kompak. Dalam artian, pendidikan yang diterapkan di keluarga jangan berbeda antara satu anggota dengan anggota yang lain. Jika hal ini terjadi maka kemungkinan besar anak akan bingung dan tak punya acuan yang jelas. Sehingga ketika kita mau menerapkan konsep pendidikan anak dalam keluarga maka bentuk atau kondisi kan orang rumah atau keluarga menjadi kompak dulu. Semisal, ketika hendak menerapkan jam belajar pada malam hari. Jam 18.00 - 19.30 WIB adalah jam belajar bagi anak. Tidak boleh ada kegiatan lain selain belajar. Tak boleh menghidupkan alat elektronik. Nah, peraturan itu sangat jelas dan anak pun paham. Namun bagaimana ketika ada salah seorang diantara anggota keluarga yang kemudian menyalahkan TV pada jam belajar tersebut? Ah sudah barang tentu akan merusak peraturan yang ada. Anak akan susah diajak belajar karena biasanya akan lebih tertarik pada tontonan TV. Dengan ketidak kompakan pada keluarga tentu bukan hanya masalah anak tidak mau belajar. Akan muncul berbagai masalah berikutnya. Misalnya saja Ibu semakin sering uring-uringan karena melihat anaknya malas belajar atau mungkin anak yang kemudian suka membentak karena diperintah keras untuk belajar. Nah, ini adalah gambaran ketika kompak itu tak terwujud dalam menerapkan konsep pendidikan di keluarga.

Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menjadikan perhatian. Bahwa kompak merupakan salah satu hal penting untuk dijadikan langkah awal sebelum menerapkan aturan dalam keluarga atau menerapkan konsep pendidikan buat anak. Dengan harapan, masalah - masalah yang timbul akibat peraturan atau konsep pendidikan itu bisa diminimalkan. Buat semua anggota keluarga belajar, pegang buku dan baca. Tidak harus buku tebal, bisa juga majalah atau koran jadi bahan bacaan. Terutama orang tua, jangan hanya main perintah tapi kasih contoh. Jangan pernah nyalakan TV apalagi HP ketika jam belajar. Dan ini butuh ekstra dalam penerapan jika didalamnya ada kakek nenek atau mungkin paman.

Yups, selamat jadi tim kompak ... 
Kompak adalah PENTING 



JANGAN MARAHI KAKAKKU

Seperti biasa, seharian kakak adik ini bermain bersama. Kakak adik yang terpaut selisih usia 4 tahunan masih aja rame. Rame karena tawa sih adem ya ... Lha ini, ada tawa ada juga berantemnya, ada jeritan, ada marah diantara mereka dan terakhir ada yang jatuh dari kursi. Alamak... pokoknya rame dan seru banget plusnya mereka berdua sama-sama cowoknya. Nah, udah kebayang bukan gimana ramenya? Hehehe ...
Bagi kita para emak kayaknya bukan sesuatu yang aneh ya, ramenya anak cowok dengan aneka berantemnya sesuatu yang biasa bahkan tak ada itu malah jadi aneh, hmmm. 

Fokus pada kalimat " terakhir ada yang jatuh dari kursi ". Nah ini yang jadi fokus kita hari ini. Dengan adanya yang jatuh, tak jarang diantara orang tua spontan langsung memarahi salah satu. Kalau yang jatuh anak paling kecil maka yang dimarahi pastinya anak yang lebih besar. Kalau anak yang lebih besar yang jatuh maka kemarahan akan jatuh pada yang lebih kecil, tentu dengan kemarahan yang sedikit ringan, pengalaman saya sih ...

Saya yakin, pasti hal seperti itu bukanlah sesuatu yang jarang terjadi. Bisa dikatakan sering dan hampir ada kemarahan ketika ada insiden. Tanpa bermaksud meremehkan bahayanya anak jatuh tapi lebih dari itu. Yang sangat melukai dan melekat seumur hidup adalah ketika salah satu diantara anak-anak ada yang terkena marah, apalagi marahnya besar dan dasyat. Hayo, coba tebak gimana marah yang besar dan dasyat itu? Hehehe...just kidding ya, semuanya pasti paham deh. Kemarahan yang terucap lepas kepada anak-anak tentu sangat berpengaruh negatif. Terutama pada kejiwaan anak-anak. Mereka akan terpukul dan merasa minder dan seakan semua orang membencinya. Selain itu dengan kemarahan maka anak anak akan saling membenci satu sama lainnya. Tentu saja dalam cerita di atas, yang kena marah akan membenci yang dibela. Artinya kemarahan akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa kasih sayang anak-anak.

Jadi, bijaksana dalam menangani keributan pada anak-anak adalah pilihan yang tepat. Jangan utamakan emosi. Tapi jagalah perasaan anak-anak. Supaya persaudaraan mereka dengan sesama tetap terjalin erat.

So, semangat perbaiki diri 

MERTUAKU 1 - ORANG TUAKU 1

Beberapa hari yang lalu, teman sekantor bercerita panjang lebar terkait kehidupan rumah tangganya yang baru ia bangun beberapa tahun ini. Dalam ceritanya, dia mengatakan bahwa ekonomi nya carut marut alias serba kekurangan. Saya pun maklum, karena dia seorang guru sukwan di sekolah swasta. Pun bayarannya tak sampai di angka 500 ribu. Kondisi ini kemudian semakin parah ketika mertua yang dia ikuti untuk tinggal mulai ikut campur dan semua keluarga istri seakan menuntut dirinya untuk memiliki gaji yang lebih besar dan tak kalah sama gaji saudara - saudara lain dari pihak istri. Tentu saja dengan kondisi seperti ini menjadikan teman saya semakin tertekan dan menjadikan dirinya mengeluh setiap saat. Seperti tak ada cahaya dalam dunianya. Gelap ... ya gelap. Dia hanya murung dan muka serasa ditekuk dengan semua kondisi buruk yang lagi mendampingi hidupnya.

Kisah teman tersebut tak terhenti sampai di situ saja. Terus bersambung hingga akhirnya, nama mertua yang notabene orang tua istri dan sudah resmi menjadi orang tua sendiri setelah akad nikah dulu terucap, mulai ikut - ikutan dicemarkan sama dia. Mertua yang selalu mencemoohlah, sering bentak - bentaklah, bahkan dari ceritanya ... mertua seperti tak menganggap dia seperti anaknya. Ah, mertuaku ... terima kasih telah kau berikan anakmu kepadaku dengan harga tak mahal ! Itulah yang harusnya terucap dari seorang menantu. Tapi, apalah buat ... semua serba terbalik dan sepertinya sengaja dibalik. Hmmmm ...

Adakah yang senasib dengan teman saya itu ? Ah, mudah - mudahan tidak ya. Tapi pemirsa, sebenarnya kalau saya memandang dari sudut mertua. Tentu saja sikapnya yang menuntut itu tak bisa disalahkan 100%. Lho ? Bukan main bela membela sih, tapi cobalah kita berada di posisi beliau, orang tua mana yang tega melihat anaknya menderita dengan uang belanja kurang dari 500 ribu tiap bulannya, tentu tidak ada kan? Begitulah yang dirasa mertua dari cerita di atas, semua yang telah terucap kepada menantunya tak lain hanyalah ungkapan tersirat akan sebuah kasih sayang kepada anaknya sendiri. Oleh karena itu para menantu, pahamilah mereka, mereka tetap menganggap menantu adalah anak. Namun, kemungkinan besar mertua tak mampu berucap dengan kalimat yang pas, yang sesuai dengan selera menantunya. Miliklah hati yang luas seluas samudra. Lihatlah semua keburukan dengan mata hati yang positif. Jadikan semua yang diucap mertua menjadi cambuk motivasi yang memecut semangat untuk terus ikhtiar dan ikhtiar. Mohonlah doa dari mertuamu. Bukankah mertua adalah orang tuamu juga. Dan doa orang tua adalah mustajab / terjawab. Ikhlaslah akan semua perilaku mertua kepada dirimu, wahai menantu. Dan terakhir, yaqinlah bahwa Alloh SWT akan menjawab semua ikhtiar kalian para menantu. Tak selamanya kesusahan ada pada hidup kita, asal kita tetap ikhtiar dengan maksimal, Insya Alloh ...

Lain minggu lain hari, beda pula ceritanya. Dua hari kemarin, tepatnya hari kamis. Secara tiba - tiba seorang ibu yang jauh diseberang sana berkirim pesan lewat whatshapp. Panjang cerita di sana, intinya ada ketidakcocokan dengan ibu kandung sendiri terkait ekonomi atau keuangan yang selama ini selalu dia kirim ke ibunya. Seorang ibu yang bekerja di negeri orang demi mencari uang guna biaya pendidikan anaknya yang sudah SMP. Selama dirantau, anak ibu ini dititipkan ke neneknya. Dalam perjalanan hidup di rantau, nenek selalu dikirimi uang buat biaya anaknya. Namun, nenek rupanya berkarakter keras dan hemat sehingga uang saku yang diberikan kepada cucunya dinilai sangat kecil dan ini diperhebat lagi oleh sang anak yang merengek dan menangis di telphon, mengadu perihal nenek yang bersikap tak sesuai dengan keinginannya. Alhasil nenek selalu dipersalahkan dan menilai uang kiriman selalu habis buat kebutuhan pribadi nenek. Ah, entahlah ... saya membaca pesan dalam whatshapp yang panjang lebar terasa sesak dan pilu juga. Zaman sekarang, bukan anak -anak saja yang perlu di ajarin bagaimana cara menghormat orang tua. Namun, anak yang juga berlabel orang tua sudah lupa atau mungkin belum terkenalkan akan sebuah konsep hormat orang tua. Anak sudah berani bercerita keburukan orang tua sendiri kepada orang lain tanpa rasa malu. Seperti hilang semua jasa orang tua kepada kita sebagai anak

Orang tua adalah orang yang berjasa luar biasa akan kehidupan kita. Orang tua adalah orang yang paling besar sayangnya kepada kita. Kita terlahir sudah tersiapkan bahkan berlebih kasih sayang terhadap kita. Merawat dan mendidik dengan bersusah payah. Mungkin ketika itu ada keterbatasan ekonomi, harus pinjam sana sini untuk memenuhi kebutuhan kita. Mungkin juga penuh dengan peluh ketika kita merengek minta sesuatu. Disaat lezatnya menikmati makan mungkin kita tanpa merasa bersalah kita BAB di pangkuan atau di depannya. Ah, kita sungguh merepotkan waktu itu. Lalu, sekarang ketika kita sudah berkeluarga dan memiliki anak, masih juga kita merepotkan orang tua kita dengan menitipkan anak - anak kita kepada orang tua. Ah, kita !

Ayolah, kita sebagai anak lebih banyak intropeksi diri, janganlah egois dengan menyalahkan orang tua saja. Berpikirlah dan ingatlah masa lalu. Dan bijaklah dalam mengarungi dunia.


Jumat, 31 Januari 2020

Mereka Butuh Paksaan

Beberapa hari yang lalu, saya dibuat gelisah oleh tingkah pola anak - anak didik yang saat ini sedang berada di kelas 9. Bukan masalah nilai mereka yang jelek, bukan pula karena mereka tak santun pada guru. Anak - anak ini luar biasa, mereka sedang proses menuju gelar seorang hafidz, dan jangan diragukan bagaimana kemampuan mereka dalam matematika, mereka adalah anak yang luar biasa. Lalu apakah penyebab kegelisahan saya ? Gelisah saya karena mereka belum memiliki pertahanan yang kuat dalam menolak ajakan teman untuk bolos dan juga kabur dari sekolah. Mereka kerap sekali bolos sekolah hanya karena tidur di pondok, ya mereka adalah para santriwan. Kerap sekali kabur dan pulang sebelum bel pulang berbunyi, tak lain karena diajak teman untuk makan di luar sana. Telusur demi telusur saya menemukan suatu keganjalan dalam diri mereka. Mereka bukan anak - anak yang lemah banyak kekurangan yang kemudian bisa di bully kapan dan dimana pun. Mereka adalah sosok yang memiliki pribadi yang kuat. Namun, di sisi lain mereka ada beberapa teman yang berkuasa dan main ancaman ketika tak mau diajak. Alhasil telusur itu benar adanya, diantara teman mereka ada anak - anak yang berkuasa dan suka main pukul bahkan sebagai provokator dalam pengeroyokan sesama teman. Ini yang menjadi hati saya terasa pahit dan miris, sebuah kondisi yang menekan sana sini di saat mereka harus memiliki kemerdekaan menikmati hidup dalam dunia remaja mereka. 

Dengan adanya komunikasi antara saya dan mereka yang saya anggap sebagai Bos dalam pertemanan anak - anak, tentu saja komunikasi awal saya tak menekan supaya mereka manut. Namun komunikasi dua arah menjadi pilihan saya, dan akhirnya mereka semua termasuk Bosnya mengakui alasan mereka bolos dan kabur dari sekolah. Dengan berbagai alasan yang saya kategorikan sebagai masalah pada dunia mereka, akhirnya kami dalam dialog mencari kesepakatan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Akhirnya, tibalah beberapa peraturan dan perjanjian bersama mereka. Peraturan dan perjanjian yang mungkin terkesan menekan dan memaksa mereka. Tapi selama kurang lebih dalam 4 hari mereka berusaha mematuhi aturan tersebut dan berharap ini bisa menjadi kebiasaan baik mereka dan kemudian mereka menjadi pribadi yang kuat, tak mau lagi diajak bolos dan kabur dari sekolah. 

Inilah yang saya katakan bahwa mereka butuh paksaan. Entah berupa peraturan yang harus di tegakkan. Atau mungkin berupa perjanjian - perjanjian yang menekan dan memaksa mereka untuk menjadi sosok yang baik. Mereka masih labil, dunia mereka masih penuh dengan uji coba, mereka tak tahu apa dan bagaimana akibat akan semua perilaku mereka selama ini. Mereka takut akan ancaman teman, mereka tak mampu melawan untuk kebenaran. Dengan peraturan dan perjanjian, mereka dipaksa untuk berani bahkan mampu melawan teman - teman mereka yang selalu menjadi virus kenakalan. Dari semua ini tentu mereka butuh pengawalan dalam keseharian, pengawalan di sekolah, pesantren dan rumah. Semua pihak yang berada di sekolah, pesantren dan rumah harus kompak dan selaras, karena anak - anak butuh pengawalan ketat. Sekali lagi mereka adalah remaja, masa yang labil mudah ikut sana dan sini, takut dia yang kuat dan tak punya nyali untuk melawan balik teman yang main ancaman. Membentuk mereka menjadi singa yang kuat akan pendirian dan tak mudah terpengaruh oleh teman yang negatif.

Akhirnya, salam perjuangan ... Jadilah pribadi yang bermanfaat di mana pun kita berada.

Kamis, 16 Januari 2020

Pasca Natal - Parenting

Komunitas IHI (Ibu Hebat Indonesia)
Serial parenting online, Jum'at, 3 Januari 2020
Oleh : Ibu Muflikhatus Sholichah, MPdI


"Pasca Natal (pasca lahir) maka tugas orang tua selanjutya adalah bertanggung jawab atas kecerdasan anak - anak. Kesadaran orang tua akan tanggung jawabnya mencerdaskan anak akan memberikan pengaruh positif dalam pembentukan tanggung jawab dan pengkondisian lingkungan keluarga untuk mewujudkan anak - anak cerdas dan hebat. Karena dengan kesadaran tersebut menjadikan orang tua lebih arif dalam memilihkan dan menawarkan perangkat permainan, mengajak rekreasi dan pembentukan lingkungan anak yang mendukung proses belajar dan pencerdasan mereka", Tutur Ibu Muflikhatus Sholichah, MPdI dalam serial parenting online yang di adakan oleh Bimbel Rumah Pendidikan AVICENNA pada Jum'at, 3 Januari 2020, jam 20.00 sd 21.00 WIB via grup WA. Link bisa lihat di bagian bawah tulisan.

Pada pertemuan online yang ke-3 tersebut, bisa kita ambil materi bahwa tugas orang tua adalah mencerdaskan anak dan itu dimulai pasca lahir. Artinya, mendidik anak cerdas tidak dimulai sejak SD atau pun TK bahkan PAUD, melainkan sejak anak - anak balita sangat di anjurkan para orang tua peduli dan bisa arif dalam memilihkan mainan. Tentu saja mainan yang bisa memacu dan mengaktifkan seluruh bagian otak anak - anak kita. Tak jarang di antara orang tua, yang menuntut anak - anak mereka cerdas dan berprestasi di usia TK dan SD dan seterusnya tanpa peduli akan pemberian mainan pada anak - anak mereka. Lebih tragis lagi ketika orang tua tak pernah memfasilitasi mainan yang mendidik, dan kemudian menuntut anak mereka berprestasi di sekolah. Atau mungkin banyak diantara kita yang menuntut anak - anak memiliki nilai - nilai jauh tinggi di atas KKM ketika ulangan dan ujian semester, kita sebagai orang tua pinginnya bentak bahkan mukul ketika lihat anak - anak kita nilai ulangannya rendah. Kita dilupakan oleh ambisi mempunyai anak hebat namu lupa akan tugas kita sebagai orang tua. Lupa bahwa memiliki anak hebat bukan sesuatu yang terwujud secara tiba - tiba. Anak hebat terwujud oleh proses yang panjang dan mungkin panjang sekali. Anak hebat terbentuk oleh proses pendidikan yang dilengkapi dengan semua fasilitas - fasilitas yang ada. Anak hebat akan terwujud dengan berbagai pengorbanan. Pengorbanan waktu, tenaga bahkan materi pun sangat penting.

Mari Ayah Bunda, sedikit demi sedikit kita bersama merubah pola pikir dan cara pandang kita. Kita bisa memiliki anak hebat asal kita mau belajar menjadi orang tua hebat. Selain itu, anak hebat akan terbentuk oleh orang tua yang senantiasa rela akan pengorbanan waktu, tenaga dan juga materi. Karena anak hebat terwujud oleh sebuah proses panjang. Ketika anak - anak dewasa kita sudah menjadi pribadi yang hebat, maka orang tua juga akan menikmati semua hasil perjuangan. Mungkin akan ada rasa syukur yang luar biasa di hati kita para orang tua.


Selamat Beraktivitas ...

Jumat, 10 Januari 2020

Remajaku ingin bebas

Kejadian melompat pagar sekolah setinggi kurang lebih 3 meter pada minggu lalu masih terulang kembali pada minggu ini. Sepertinya melompat merupakan rutinitas si Amir. Dia melakukan hal ini ketika merasa bosan dan jenuh dengan segala peraturan yang ada serta kondisi yang membuat dia tidak nyaman. Bagi dia belajar di kelas dengan seabrek tugas dari guru merupakan sesuatu yang tak nyaman dan sangat membosankan. Dengan rasa yang seperti itu akhirnya berontaklah dia dengan berani meski sedikit tertantang dengan melompati pagar yang lumayan tinggi tersebut. Si Amir adalah salah satu siswa SMP yang usianya di rentan 13 - 15 tahun.

Anak di usia 13 - 15 tahun tergolong usia remaja. Dan remaja merupakan fase puberitas yang pertama kali di alami si anak. Dalam fase itu banyak sekali perubahan yang terjadi, mulai dari fisik sampai pada non fisik. Nah pada perubahan fisik, akan jelas terlihat jelas pada perubahan pada anggota tubuh mereka. Pada remaja laki - laki maka akan muncul jakun, suara lebih berat dan tumbuh bulu - bulu di area tertentu. Sementara pada perempuan, perubahan yang jelas adalah adanya pertumbuhan payudara yang semakin membesar, menstruasi dan tumbuh bulu - bulu di area tertentu. Sementara pada non fisik, perubahan yang nampak terlihat adalah mulai menyukai lawan jenis, tertarik mencoba sesuatu yang baru, dan semaunya gue yang penting nyaman serta ingin mencari identitas diri bahkan pengakuan pun ingin dia dapat dari semua orang. Tentu saja pada 2 perubahan ini, perubahan fisik adalah perubahan biologis yang memang pada usia - usia tertentu menjadi pertanda ada pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Sementara pada perubahan non fisik, hal ini ada kaitannya dengan pola asuh yang diterapkan ketika masa anak - anak dahulu. 

Semisal pada contoh kasus si Amir di atas, kasus melompat pagar sekolah. Sebuah akhlaq yang sangat tidak terpuji. Diluar dari pembahasan lingkup sekolah, di sini fokus pada pola asuh yang diterapkan oleh orang tua pada masa - masa anak dahulu. Penanaman akan ketaatan pada sebuah peraturan sangat perlu diberikan pada usia anak - anak. Tentu saja dengan metode yang menyesuaikan dengan usia anak. Mungkin banyak diantara kita yang bertanya - tanya, apa iya pendidikan kita di masa anak-anak berpengaruh pada usia remaja dan selanjutnya? Jawabnya, iya.

Ketika usia anak-anak telah mengalami proses pendidikan yang bagus, katakan saja pendidikan mengenai taat peraturan. Tentu saja, dalam mendidik hal ini, orang tua akan menerapkan berbagai aturan di rumah dan harus dijalankan setiap hari. Semisal, peraturan membereskan mainan setiap kali selesai bermain, tentu saja penggunaan perintah lebih diperhalus dengan kalimat ajakan serta pemberian contoh. Nah, dalam peraturan akan lebih baik jika ada reward dan punish, semisal rewardnya jika nanti setiap habis bermain kemudian dibereskan maka besok boleh ambil mainan yang sama. Namun, jika sebaliknya maka punish/sanksi adalah tidak boleh ambil mainan yang sama jika tidak mau membereskan mainan setiap kali selesai. Ini merupakan contoh penerapan peraturan di rumah pada masa anak - anak. Nah, jika peraturan ini konsisten dilaksanakan maka InsyaAlloh anak-anak akan terbiasa melakukan hal yang sama pada kegiatan lain selain bermain. Dan pastinya, penanaman disiplin di usia anak-anak akan lebih melekat sehingga hal ini akan terus di ingat - ingat hingga dewasa bahkan sampai tua. Nah, kembali ke masa remaja. Sekali lagi masa remaja merupakan kelanjutan dari masa anak - anak. Jika penanaman disiplin dilaksanakan sejak awal maka di usia remaja, mereka akan tetap menerapkan disiplin dalam kehidupan mereka termasuk di sekolah juga. Sehingga dengan semua itu, tidak akan ada kasus pelompatan pagar di sekolah. Sehingga tak akan ada lagi ungkapan " Remajaku ingin bebas"

Oke, semoga manfaat ...
Semua yang tertulis lebih diutamakan untuk perbaikan diri. Akan sungguh luar biasa jika kemudian tulisan ini memberikan kebaikan kepada yang lain. Menyayangi anak dengan tepat adalah kunci kebahagiaan orang tua. Terimakasih 

Rabu, 08 Januari 2020

ALKOHOL

Pagi ini masih di fokuskan pada anak - anak yang datang terlambat sekolah. Mulai dari kelas 7 hingga kelas 9 terkumpul menjadi satu di halaman untuk menerima sanksi, berikut dengan tas sekolah mereka pun terkumpul jadi satu di ruangan guru. Seperti biasa, di saat anak - anak menerima dan melaksanakan sanksi berupa baca istighfar 1000 kali di halaman, kami para guru piket mulai menggeledah tas anak - anak yang terlambat. Diantara tas - tas yang kami buka, ada satu yang membuat kami kaget yakni ditemukan alkohol 70 % sebanyak 1 botol. Pikiran kami saat itu negatif, tak ada lain pasti alkohol itu dipakai sebagai bahan campuran minuman anak tersebut. Prasangka kami bukan tanpa dasar tapi kami sadar kami sedang menghadapi anak - anak usia remaja yang labil. Usia yang harusnya mereka ada pendampingan dari orang tua namun tidak mereka dapat karena adanya perceraian. Sementara anak saat ini tinggal bersama paman, selanjutnya paman menitipkan  dia pada sebuah asrama. Telusur demi telusur ada titik kejelasan bahwa dia memang benar - benar memakai alkohol tersebut untuk di campur pada minumannya. Alkohol dia minum dengan tujuan supaya bisa fly, tak ada beban, bisa santai. Ada sorot mata kesedihan dan kemarahan yang kami lihat. Kesedihan dan kemarahan yang terpendam dan tak bisa terucap akhirnya terlampias pada minuman keras yang murah dan meriah. Kesedihan dan kemarahan akan sebuah kondisi hidup dalam sebuah keluarga, sedih kenapa orang tua harus berpisah, sedih karena saat ini tak tempat untuk berkeluh kesah, bercanda ria bahkan untuk sekedar merengek. Kemarahan karena merasa diri terbuang, merasa diri tak disayang lagi sama Ayah Bunda. Ayah Bunda sudah disibukkan dengan dunianya masing - masing, dengan keluarga barunya masing - masing. Sementara dia bersama adik kecil yang masih duduk di bangku sekolah dasar harus hidup sendiri di sebuah asrama. Keyakinan kami kesedihan dan kemarahan yang dia pendam selama ini tertuju kepada orang tuanya. Karena dia memakai alkohol sebagai minuman fly ini sejak kelas 6, selang beberapa bulan dari perceraian kedua orang tuanya. 

Ayah Bunda, perceraian mungkin merupakan satu - satunya solusi buat sepasang suami istri yang sedang bermasalah. Dengan bayangan setelah bercerai maka hidup bisa lebih baik dan bahagia. Namun pada kenyataannya, semua serba terbalik. Kondisi rumah tangga yang baru mungkin bahagia bak pengantin baru yang lengkap dengan honeymoonnya. Mungkin juga dengan bercerai, akan ada kebebasan kerja dan kerja, fokus bekerja siang malam tanpa ada hiruk pikuk yang namanya keluarga. Namun, saat semua harapan terbayang, sempatkah kita berpikir akan harapan - harapan dari anak - anak kita. Ayah Bunda, tak salah jika memang harus bercerai, namun tetap berpikirlah bahwa anak - anak masih butuh orang tua, butuh pendampingan, butuh sosok yang bisa memanjakannya. Kalau mungkin ada yang berpikir dititipkan ke paman karena statusnya bisa menjadi orang tua, apakah pernah berpikir, bisakah anak - anak terbuka dengan pamannya? Ayah Bunda, anak akan lebih dekat dengan kita sebagai orang tua karena memang anak adalah darah kita. Ada pertalian dan ikatan yang sangat erat. Apalagi ketika kasih sayang orang tua kepada anak maka pertalian semakin kokoh. Ada banyak hal yang ingin di ungkap di sini terkait perceraian, karena kemyataannya perceraian hanyalah sebuah proses melampiaskan ego masing - masing.

Ayah Bunda, mari bersama kita ingat tujuan pernikahan kita. Bukankah di dalamnya ada tujuan untuk memperbanyak keturunan? Ketika itu terwujud, ada janin yang tumbuh di rahim kita, Bunda. Ayah senantiasa menjaga dan selalu mengecup perut Bunda hanya untuk mendengar detak jantung bahkan tendangan kaki mungil dari balik kulit perut Bunda. Ketika lahir, masya Alloh, kebahagiaan yang luar biasa tergambar dalam wajah - wajah dan aktivitas kita. Ketika dia berumur 3 tahun, lucunya Ayah Bunda... tak ada lelah, tak ada amarah semuanya serba bahagia dan selalu ada canda tawa. Seiring itu ada harapan - harapan besar, kelak ketika engkau besar nak, jadi dokter ya ... Ah, ketika mengingat itu semua, ada senyum seakan kembali ke dunia lampau.

Namun, semua itu Anda rusak dengan sebuah perceraian. Mungkin Anda bahagia dengan suami atau istri baru, Namun coba tengok anak Anda yang lalu, bahagiakah dia? Tidak ... tidak. Bahkan kini dia tumbuh menjadi pribadi yang lemah, cengeng dan labil, tapi itu bukan salah mereka. Secara tidak sadar, Ayah Bundalah yang membentuk anak menjadi sosok yang lemah tanpa pendirian. Harapan - harapan yang dulu sempat terajut, kini menjadi benang - benang kusut yang susah di urai. Kini, semuanya menjadi ruwet dan serba sulit. Dan anak yang dulu kita timang - timang, kini menjadi musuh buat kita yang dulu sempat menjadi The first of love...

Mari bersama kita menjadi orang tua yang selalu ada buat anak - anak kita. Mereka butuh kita, mereka ingin di manja, dimarah bahkan mereka selalu merindukan pelukan kita. Pelukan kita kepada anak tak bisa diganti oleh siapa pun, pelukan kasih sayang penuh dengan kehangatan. Ada rasa nyaman dan aman ketika bersama Ayah Bunda. Mari bersama kita renungkan dan berdoa supaya anak - anak kita menjadi pribadi yang kuat yang tak mudah hanyut oleh arus pergaulan bebas... Aamiin.

Selasa, 07 Januari 2020

CINTA

Cintailah dia sewajarnya
Jangan kau beri dia seratus persen
Hingga engkau disebut cinta buta
Buta akan semua hal
Tak bisa lagi melihat mana kebenaran
Dan mana itu kesalahan
Engkau tak lagi melihat orang lain adalah Saudara
Kini, engkau cuma ada rasa benci kepada saudaramu
Engkau lupa akan kebenaran di sampingmu
Dan engkau adalah korban dari kebutaan akan CINTA

Senin, 06 Januari 2020

Anakku Calon Pebisnis Ulung

Di sela obrolan saya bersama karyawan bimbel, tiba - tiba HP berdering dan dengan permisi saya buka dan angkat telpon genggam itu... ealah ternyata si Nizam, putra sulung yang saat ini berusia 7 tahun. Dalam telponnya dengan jelas dan runtut, dia mengatakan : "Bunda, jangan lupa nanti pulangnya belikan aneka buah, plastik, gelas dan sendok kecil ya ... saya tunggu jam 8 malam harus sampai di rumah". Nah lho, senyum tipis dan rasa nano nano mulai menyeruak sambil berkata dalam hati " Hadeeh... kok malah Bundanya diperintah belanja!". Namun, apalah dikata karena ada rasa bangga dan kagum, akhirnya berangkat juga untuk belanja sesuai pesanan. Ayah Bunda, sedikit cerita ya, ini Nizam anak saya berniat mau jualan es buah di tempat Bimbel Bundanya, gegara ada kulkas pinjaman dari omnya yang ditaruh di bimbel. Dan semakin bikin senyum aja ketika dia bilang bahwa semua uang hasil jualan es harus diserahkan ke Nizam, entar mau dikumpulin dan kalau sudah banyak akan dibuat beli mobil, Nah lho ... kan gak bisa ditahan ni senyum, dengerin celoteh anak 7 tahun kayak anak dewasa yang udah kerja aje. Jadi terbersit dalam hati kayaknya Anakku calon pebisnis ulung... Aamiin, hehehe. Tapi maklumlah, kayaknya semua tingkahnya meniru apa yang dilakukan oleh Ayah Bundanya yang saat ini sedang merintis berbagai usaha wiraswasta. Tanpa kami sadari, ternyata apa yang kami lakukan saat ini, diterima oleh anak - anak dan sampai berkeinginan punya usaha sendiri.

Ayah Bunda, cerita diatas adalah fakta. Bukan berniat curhat atau pamer. Tapi di sini saya ingin sekali menyampaikan bahwa anak - anak itu adalah peniru yang ulung, hampir semua yang dilakukan Ayah Bunda akan di rekam dengan sangat kuat bahkan rekaman itu bisa dia wujudkan dengan nyata tanpa adanya perintah atau ajakan. Ayah Bunda, Anak kita adalah rekaman kita. Maka anak sholeh dan sholehah itu ya tergantung pendidikan atau gaya hidup yang diterapkan Ayah Bundanya di rumah. Kesholehan anak - anak kita adalah tanggung jawab kita sebagai orang tua, bukan tanggung jawab sekolah. Lalu, bisa Anda bayangkan jika di rumah gaya hidupnya ala barat maka anak - anak ya cenderung bergaya hidup barat. Jika dalam rumah kita ada gaya hidup islami maka yang tebentuk di anak kita adalah anak yang bergaya islami.

Ayah Bunda, banyak di antara kita yang kurang menyadari bahwa anak itu adalah cerminan kita. Sehari semalam terdiri 24 jam. Di dalamnya ada jam sekolah mulai jam 06.30 WIB hingga 13.30 WIB, jumlah 7 jam di sekolah. kemudian sore ngaji jam 16.00 WIB - 17.30 WIB, jumlah 1,5 jam. Jadi total anak kita belajar di luar adalah 8,5 jam dalam sehari semalam. Selebihnya, atau kurang lebih selama 15,5 jam anak - anak bersama Ayah Bundanya di rumah. Lalu, ketika anak Anda nakal yang disalahkan adalah guru - guru di sekolah atau guru ngaji, salahkan? Bukankah anak lebih banyak bersama dengan Ayah Bunda, kenapa harus orang lain yang di salahkan.

Ayah Bunda, Andai kita mau menggunakan waktu 15,5 jam untuk mendidik anak - anak kita dengan maksimal maka bisa diprediksi anak - anak kita akan menjadi sosok seperti apa yang kita didik. Menjadi orang tua tidak ada sekolah khusus, namun dengan kesadaran untuk terus menggali ilmu dari berbagai sumber tentu akan sangat luar biasa. Karena ilmu itulah yang akan mendampingi kita dalam mendidik anak - anak kita sesuai dengan harapan kita sebagai orang tua. Jadi mari bersama sama kita menjadi orang tua yang bisa menggiring anak - anak kita menjadi pebisnis ulung atau profesi apa saja, yang terpenting adalah anak - anak kita menjadi pribadi yang sholeh sholehah.

Selamat pagi dan sukses berkarya !


Minggu, 05 Januari 2020

Yuk, berlomba nak ... Parenting edition

Yuk, berlomba nak ...

Hmmm, pagi cerah pagi ceria. Cerita menarik pagi ini adalah berlomba merapikan tempat tidur with my son. Pagi ini, Bunda sedang merapikan tempat tidur, tiba - tiba si kecil masuk dan sekalian deh di ajak merapikan tempat tidurnya sendiri. Tentu saja, ajakan ini berupa lomba antara Bunda dan Anak. Yuk, berlomba nak ... Kita berlomba merapikan tempat tidur. Yang tempat tidurnya paling rapi, dialah pemenangnya. Mulai beraksi kami berdua. Di tengah asyiknya aksi kami, tiba - tiba si kecil mulai mengeluh dan kemudian bertanya : " Bunda, Aku gak bisa ngerapiin tempat tidurnya, nih jelek ! " Dengan muka masih sedikit cemberut, dia bertanya : " Gimana sih biar rapi kayak punyanya Bunda? ". Akhirnya, dengan sabar dan telaten, Bunda mulai mengajarkan cara merapikan tempat tidurnya. Wal hasil, akhirnya dia berani membanggakan kepada Bundanya bahwa tempat tidurnya pagi ini adalah yang paling rapi, " Bunda, tempat tidurku rapi banget kan ... yeee, aku menang, aku menang !" Dan Bunda pun tersenyum dan beri acungan jempol buat anaknya. Dan lanjut siang, ketika hendak tidur siang, di depan anak, sang Ayah pun memuji : " Wah, pintar sekali ya ... tempat tidurnya rapi banget. " Dan Anak pun bangga tak karuan karena kedua orang tuanya memuji dan mengakui kepintarannya dalam merapikan tempat tidur ... Dan hari - hari berikutnya, tanpa susah payah mengingatkan kembali, si kecil tanggap langsung merapikan tempat tidur setelah bangun dari tidurnya.

Wahai Ayah Bunda, cerita di atas sekelumit cerita tentang bagaimana kita mengajarkan sesuatu tanpa harus menggunakan nada keras dan bersifat memaksa. Anak - anak sangat perlu sekali kita ajarkan sikap tanggung jawab sedini mungkin. Karena karakter itu bisa terbentuk dari kebiasaan. Dan kebiasaan bisa berjalan jika Ayah Bunda sudah mengajarkan kepada anak - anak sejak kecil. Dan semua yang kita ajarkan, akan diterima dan bisa dilaksanakan jika kita dalam penyampaiannya tepat dan waktu yang tepat pula.

Nah, Ayah Bunda ... Ajarkan anak - anak sikap tanggung jawab sedini mungkin. Mungkin Anda lelah karena kecilnya si anak. Tapi ingat, kelak ketika anak dewasa dan Anda mulai menua, Anda tak berlelah - lelah lagi untuk mengajarkan itu semua. Tidak ada yang instan, semua hal butuh proses. Termasuk ketika kita menginginkan mempunyai anak yang bertanggung jawab.

Dan yang tak kalah pentingnya adalah Ayah Bunda jangan pelit memuji anak ya ... Karena dengan pujian, anak merasa diakui dan reward atau hadiah itu juga penting lho, meski sekedar acungan jempol atau kecupan sayang buat sang buah hati tersayang.

Oke, Selamat beraktivitas ...

Jumat, 03 Januari 2020

GURUKU HEBAT, GURUKU BERAKHLAK MULIA

Tiba - tiba keinginan menulis tentang akhlak begitu menggebu. Saking menggebunya tidak mau ditunda esok dan esoknya lagi. Maklum emosi saya lagi tinggi saat ini ... hehehe, emosi yang cenderung pada kemarahan namun ku lampiaskan pada tulisan.... hadeeeh banget kan. Blog jadi korban ... hmmm. Gak apa - apa, Insya Alloh itu amarah yang positif ya reader? Yup

Sedikit bercerita, barusan sempat chattingan sama teman sekantor dan seprofesi sebagai guru. Chattingan dalam sebuah grup WA yang kemudian terpancing saat dia serasa lupa akan sebuah amanah. Amanah menjadi ketua sebuah Tim dalam sekolah kami. Sontak, saya yang merasa lebih tua dan menulis hasil rapat seakan terbakar ketika dia bertanya : " Kapan pembentukan panitianya bu, saya kok ndak tau, maaf ! " Sebuah pertanyaan yang tak layak diungkapkan, apalagi di hari - hari sebelumnya hasil sudah kami share dalam grup yang sama. Alhasil, jadilah curhat di sini ... hehehe. Yup, kembali ke pembahasan.

Akhlaq mulia lebih ditekankan lagi dalam penilaian kurikulum 2013 di tahun 2021 depan. Penilaian siswa terkait akhlaq ini tentu memiliki ruang lingkup yang amat luas. Akhlaq tersebut meliputi Akhlak kepada Alloh SWT dan sesama manusia. Yang pertama adalah Akhlaq kepada Alloh SWT, sudah sangat tentu akhlaq ini meliputi bagaimana hubungan kita kepada Alloh SWT dan bagaimana pula cara kita dalam melakukan hubungan itu, tentu memiliki etika, tata cara atau bisa juga disebut sebagai akhlaq. Hubungan kepada Alloh SWT berarti terkait ibadah harian kita. Jika dalam menjalin hubungan (ibadah) sama Sang Kholiq sangat bagus dengan etika atau akhlaq yang sesuai dengan tuntunan sudah barang tentu seseorang itu akan memperhatikan bagaimana etika atau akhlaqnya kepada sesama manusia. Nah, dalam hal pembelajaran di sekolah yang diakhiri dengan penilaian dan refleksi, tentunya yang harus mengajarkan akhlaq atau etika kepada anak - anak adalah guru. Guru yang mana ? Menurut saya semua guru harus mampu mengajarkan akhlaq ini kepada semua murid - muridnya. Lho, di madrasah kan ada guru agama, yakni guru akidah Akhlaq? Yup, benar. Namun pada kapasitasnya sebagai guru agama yakni guru akidah Akhlaq hanya mengajarkan sesuai dengan KI KD yang terdapat pada kurikulum, selebihnya adalah bonus tugas atau penyempurna tugas yang mampu mendukung serta melengkapi KI KD yang sudah ada. Nah, dari paparan tersebut, bagaimana seorang guru mampu mengajarkan akhlaq sementara dirinya masih belum berakhlaq? Pertanyaan ini akan saya kaitkan dengan cerita di atas, supaya pembahasan kita tidak melebar tanpa titik kejelasan.

Terkaitnya pembahasan akhlaq ini dengan cerita di atas, bukan berarti menuduh seseorang tak berakhlaq. sekali lagi tidak, karena jabaran akhlaq itu sangat luas. Mungkin lebih tepatnya adalah akhlaq yang kurang bagus. Karena tidak ada manusia yang sempurna, semua diri memiliki kekurangan. AMANAH ! ini merupakan salah satu akhlaq kita kepada manusia yang pertanggung jawabannya kepada Alloh SWT dan juga sesama manusia. Ketika kita mendapatkan amanah, entah satu atau lebih dan kita sudah menyanggupinya berarti sudah menjadi tanggung jawab kita. Amanah yang sudah dipegang maka jalankan semaksimal mungkin. Apalagi jika amanah itu menjadi ikhtiar kita menuju kebaikan kita dan murid - murid kita. Sudah sangat pasti, menjadi guru akan sangat bangga memiliki siswa yang amanah. Misal, kita menjadi wali kelas dan terbentuk pengurus kelas. Seluruh pengurus kelas sangat amanah dalam menjalankan tugasnya, sangat peduli akan kewajibannya dan sangat konsisten dalam menjalankan amanah. Hayo, gimana perasaan kita sebagai wali kelas, tentu sangat bangga bukan ? Sama dengan hal tersebut. Namun Bapak Ibu Guru, amanah yang ada dalam diri anak - anak atau siswa - siswi kita bukan sesuatu yang lahir begitu saja atau peninggalan orang tuanya atau ngikut pas lahir, tidak ? Namun, amanahnya anak - anak terbentuk dari proses pendidikan yang telah dilalui. Pendidikan yang dimaksud, pendidikan di rumah dan sekolah. Nah, peran Bapak Ibu guru adalah mendidik mereka di sekolah. Dan mendidik, bukan hanya pemberian materi pelajaran dan materi pelajaran lagi kemudian praktek lalu di nilai, tidak. Melainkan pendidikan di sini butuh keteladanan dari para pelaku pendidikan, mulai dari para guru sampai pada para karyawan di sebuah sekolah bahkan bisa meluas sampai pada steakholder sekolah. Nah, keteladanan ini tentunya butuh kesadaran dari semua pihak dalam pendidikan. Kesadaran butuh sebuah ilmu. Menjadi guru bukan berarti sudah menjadi yang termahir dalam segala hal, namun ada bidang - bidang tertentu yang tetap harus digali dengan istiqomah, yang nantinya bisa mendukung terbentuknya anak didik yang berprestasi dalam akademik dan non akademik serta berakhlaqul karimah.

Insya Alloh, dengan istiqomah upgrade diri dengan tanpa puas menimba ilmu, maka akan menjadikan guru layak bergelar guruku berakhlaq mulia dan hebat. Dan akhirnya, Guruku Hebat, Guruku Berakhlaq Mulia. Semoga manfaat, inspirasi ditengah emosi namun melahirkan motivasi diri yang luar biasa untuk selalu istiqomah menuntut ilmu, karena diri ini sadar, ilmu sangat berarti bagi diri yang minus dalam ilmu. 

Semangat berkarya !!!



Rabu, 01 Januari 2020

NASEHAT FOR MY SON ... AYAH BUNDAKU HEBAT !

My Son and my girl... kalian adalah harta kami. Harta yang termahal, harta yang akan mengantar bahkan menemani hari - hari kami di liang lahat sampai di akherat kelak. Bukan dirimu nak, yang akan mendampingiku kelak, tapi predikatmu sebagai anak sholeh dan sholehahlah yang setiap hari akan mengirim utusan tuk mendampingiku di masa depan nanti. Karena dari itu, bukannya aku egois atau terlalu cerewet atas masa kecil hingga dewasamu namun itu adalah caraku supaya kelak engkau bisa menjadikan kami para Ayah Bunda menjadi sosok yang mulia dihadapan para malaikat munkar nakir dan malik. Egoiskah kami, tidak Anakku ... sungguh apa yang Kami rasa saat ini akan engkau rasa pula kelak ketika engkau telah bergelar sebagai Ayah Bunda. Pendidikan yang kami tanamkan pada dirimu tidak hanya untuk kebaikan Ayah Bundamu saja melainkan buat keluarga yang kelak akan kalian bangun bersama orang - orang tercinta. Wahai anak - anakku, maka dengarlah kami, taati kami karena tujuan akhir kami adalah kebaikan kalian semua.

Wahai Ayah Bunda, nasehat kepada anak bukanlah hal yang asing buat kita. Bahkan seperti setiap saat kita menyampaikan nasehat kepada anak - anak kita, apalagi jika anak kita lebih dari 1, tentu nasehat akan sering terdengar dari lesan kita. Namun Ayah Bunda, pernahkah merasa bahwa nasehat kita kok seperti gak digubris, masuk telinga kanan keluar telinga kiri bahkan belum selesai memberi nasehat, anak sudah ngibrit alias pergi ... Adakah yang salah dengan nasehat kita Ayah Bunda? Tidak, saya yakin semua Ayah Bunda disini pasti memberi nasehat yang super dan baik. Karena saya yakin, tidak ada di antara kita sebagai orang tua yang ingin menjerumuskan anak - anak kita. Wahai Ayah Bunda, Tidak ada yang salah dari nasehat - nasehat kita namun mungkin perlu sedikit instropeksilah diri kita, apakah kita sebagai orang tua sudah menyampaikan nasehat - nasehat emas kita pada saat - saat yang tepat ? Banyak diantara nasehat mulia kita yang kurang tertangkap oleh otak dan hati anak - anak karena timing kita yang kurang pas. Nah, berbicara soal timing ada beberapa tips sukses menyampaikan nasehat supaya mudah diterima anak -anak, sebagai berikut :
  1. Dalam perjalanan. Perjalanan menuju pantai ... sungguh menyenangkan. Perjalanan yang menyenangkan menuju tempat yang indah. Iyakan Bunda ? Sebenarnya bebas sih, tidak harus ke pantai. Yang terpenting perjalanan kita buat menyenangkan. Bukan masalah tempat tujuan melainkan bagaimana kita bisa mengkondisikan supaya perjalanan kita menyenangkan. Nah, kembali ke pembahasan, dalam perjalanan merupakan timing yang pas buat kita untuk memberi nasehat kepada anak - anak kita. Nasehat tentang bagaimana ketika kita bertemu dengan sesama muslim, saling menghargai, menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Tentunya bahasa yang kita pakai harus disesuaikan dengan usia anak - anak kita. Sampaikan nasehat - nasehat dengan lembut dan sekali - kali memuji keindahan alam cipataan Alloh SWT. Dalam perjalanan, kondisi anak - anak lebih rileks, kita juga rileks bukan? Nah, otak dan hati kita akan lebih mudah menerima sesuatu dalam kondisi rileks. Dan semua yang kita sampaikan akan mudah diingat sampai kapan pun. Bukankah kita ingin nasehat kita dipakai selamanya ... maka jangan enggan memberi nasehat ketika kita dalam perjalanan.
  2. Jelang tidur. Ayah Bunda tentunya kita sering nemani anak - anak kita ketika jelang tidur, biasanya yang kita lakukan adalah bercerita dongeng yang sesuai dengan usia anak kita. Misal aja, kita bercerita tentang kisah Rosululloh SAW. Tentu banyak hal yang bisa kita sampaikan kepada anak - anak kita. Nah di saat - saat itulah kita bisa selipkan nasehat yang pas buat kondisi anak - anak kita.
  3. Ketika makan bersama. Ih, makan bersama itu indah ya Ayah Bunda. Kenapa kok indah ? Hmm... kebersamaan dalam keluarga dengan cerita seru dalam seharian sambil makan - makan. Nah, dalam kondisi tersebut pastinya kita semua sangat santai dan rileks. Dan itulah waktu yang tepat untuk saling berbagi nasehat kepada anak - anak kita. Insya Alloh nasehat mudah diterima lho ...
  4. Ketika Anak sedang sakit. Lho ? pasti ada tanya - tanya di benak ya, kondisi sakit mana mungkin bisa terima nasehat? jawabnya, bisa Ayah Bunda. Coba diingat ya, ketika anak sakit apa yang biasa diminta anak - anak ? pasti semua anak minta dimanja alias di sayang berlebih, di peluk dan ditemani sepanjang hari ... iya kan bunda. Nah, ini bisa kita manfaatin buat nasehati anak Ayah Bunda. Ketika kita nemani anak sedang sakit, peluk dia, curahkan kasih sayang kita dan kemudian sampaikan untaian kalimat nasehat kepada anak - anak kita. Misal, tentang bagaimana etika berbicara dengan orang lain, tentu saja dengan gaya bahasa yang rileks dan sembari cerita - cerita, sehingga anak - anak kita tak terasa telah tertanam sebuah ilmu pada dirinya. 
Nah Ayah Bunda, silahkan di coba tips - tips di atas. Tentunya tata hati dulu, sampaikan semuanya dengan ikhlas. Dan yang terpenting adalah bagaimana kita selaku Ayah Bunda memberi contoh atau teladan kepada anak - anak kita. Karena, satu teladan akan lebih berpengaruh dari pada 100 nasehat. Terakhir, jangan terlalu banyak menuntut kepada anak, maksimalkan ikhtiar dan pasrahkan hasil pada Sang Pencipta. Semoga kita dikaruniai anak - anak yang sholeh sholehah ... Aamiin.

Kamis, 26 Desember 2019

REMAJA ... AYAH BUNDAKU HEBAT !

Ayah Bundaku HEBAT !

Bicara tentang anak tak ada habisnya. Dunia mereka terlalu banyak cerita. Cerita yang kompleks, penuh dengan senyum, tawa bahkan bikin raut muka sedikit mengerut karena tingkah mereka yang gemesin. Ayah Bunda, canda, tawa dan gemes akan membawa pikiran kita pada sosok balita yang imut dan lincah. Namun bagaimana ketika kita hendak  bicara tentang remaja ? Ah, pasti jawaban yang beraneka macam. Mungkin ada diantara kita yang bermuka biasa aja, rona memerah bangga, sedikit bergumam ... hmmmm, menghela nafas panjang bahkan mungkin diantara kita ada terlihat lelah. Ayah Bunda, tak ada di dunia ini yang terjadi secara instans, apalagi terkait pertumbuhan dan perkembangan anak - anak. Mungkin dibenak kita sempat tersirat, remaja adalah sosok yang komplit, ada yang berprestasi, super diam, gak pernah betah di dalam rumah bahkan mungkin ada di antara remaja yang kita temui menjadi remaja yang jago onar alias bermasalah terus. Ayah Bunda, di tulisan sebelumnya, telah termaksud bahwa pendidikan anak memiliki kesinambungan, tidak ada proses yang terputus. Sehingga pendidikan yang kita terapkan pada anak - anak di usia 0 - 6 tahun dan seterusnya sangat berpengaruh pada perkembangan di usia remaja. 

Mungkin sekarang Ayah Bunda sedang berbinar mata seakan ingin meneteskan air mata saking bangganya sama anak, itu tidak lain karena didikan Anda berdua dengan patner Anda dan juga doa - doa yang selalu terpanjat dan menyertai langkah Anak kalian. Atau mungkin Ayah Bunda lagi merasa jengkel, kesal karena tingkah laku anak Anda yang semakin hari kian bikin hati emosi. Itu pun karena hasil didikan sebelumnya. Ayah Bunda, tanpa bermaksud menyalahkan atau membuat Anda berdua merasa bangga karena merasa diri hebat. Tidak ... Tapi saya ingin mengajak Ayah Bunda untuk mengingat kembali apa tugas kita sebenarnya terhadap anak - anak kita. Bekerja siang malamkah? 
Dalam Al Qur anul Kariim disebutkan :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. Attahrim; 6)
Ibnu Qayyim menjelaskan barangsiapa yang menyia-nyiakan dan tidak mendidik anak-anak mereka dengan hal-hal yang bermanfaat dan membuat hidup mereka bahagia maka sungguh mereka telah melakukan perbuatan yang sangat buruk. Sebab, lanjut Ibnu Qayyim, kebanyakan masalah dan keburukan yang ditimbulkan dari perilaku para anak-anak adalah buah dari kelalaian para orangtua. Hal ini bisa bersumber dari kurangnya perhatian, kurangnya pendidikan dan lain sebagainya. Sehingga tumbuhlah mereka dengan pribadi dan sikap yang buruk dan tercela. (bincangsyariah.com).
Dan yang terpenting lagi, mendidik anak di usia kecil memang sangat melelahkan. Lebih - lebih buat Ayah Bunda yang keduanya harus bekerja di luar rumah. Tapi perlu diingat, lelah sekarang tapi lebih santai di usia Ayah Bunda mulai senja. Karena mendidik atau lebih tepatnya memperbaiki keburukan anak di usia remaja dan atau dewasa lebih sulit dan sangat melelahkan buat kita sebagai orang tua.


So, Selamat berjuang Merdeka kelak

Rabu, 25 Desember 2019

7 - 14 Tahun ... Ayah Bundaku HEBAT !

AYAH BUNDAKU HEBAT !

Menginjak periode berikutnya, anak pada usia 7 - 14 Tahun. Pada usia ini, penanaman disiplin dan tanggung jawab bisa dilakukan. Anak pada usia ini sudah mengenal berbagai aturan beserta sanksi yang diterima jika melanggar. Sehingga pada usia ini anak mampu menerapkan sebuah aturan dengan sedikit paksaan yang disertai dengan punish jika ada pelanggaran. Ini pula yang dilakukan oleh Rosululloh SAW dalam menerapkan pendidikan pada anak. Dalam usia ini, Rosululloh SAW menjelaskan dalam salah satu hadist, dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat). Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak perempuan)!”
(Hadits hasan diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 495; Ahmad, II/180, 187; Al-Hakim, I/197).

Dari hadist di atas bisa diambil pelajaran bahwa ketika usia anak kita 7 tahun bisa dilatih disiplin dalam melakukan sholat dan pemberian punish dilakukan pada usia 10 tahun dengan cara memukul anak kita ketika tidak mau sholat. Tentunya dengan pukulan ringan sekedar menggertak anak dan mengajarkan pula bahwa sholat itu merupakan kewajiban kita sebagai muslim. Ada yang menarik dalam hadist di atas yakni tahapan ketika mendidik anak - anak kita. Tahapan dalam mengajarkan suatu kewajiban sebagai muslim. Ada tahapan suruh atau dilatih untuk melakukan sebuah kewajiban pada usia 7 tahun dan sanksi baru diterapkan pada usia selanjutnya. Hal tersebut merupakan tahapan pendidikan yang luar biasa karena Islam sangat mulia dan mengajarkan pentingnya melangkah secara bertahap.

Berikut juga ketika kita hendak megajarkan membuang sampah pada tempatnya, anak pada usia ini bisa memahami penjelasan dan mengenal akan sebab akibat sehingga dampak positif negatif dalam membuang sampah sembarangan bisa dijelaskan kepada anak - anak kita. Berikut juga ketika kita hendak mengajarkan pentingnya belajar,  maka kita bisa menjelaskan bagaimana keuntungan kita ketika kita banyak ilmu dan negatifnya ketika kita tidak tahu apa - apa atau bodoh karena malas belajar. Pada usia 7 - 14 tahun, kebutuhan anak akan bermain sudah berkurang sehingga penjelasan - penjelasan dengan menggunakan bahasa anak akan memudahkan kita dalam memberikan pendidikan.

Ayah Bunda, dalam memberikan pendidikan pada usia ini tentunya bukan sesuatu yang terputus dari periode sebelumnya. Dalam memberikan pendidikan kepada anak harus memiliki konsep kesinambungan. Misal dalam mengajarkan membuang sampah pada tempatnya, tentu di periode sebelumnya Ayah Bunda sudah memberikan contoh atau keteladanan sejak usia 0 bahkan akan lebih baik memberi teladan sejak usia dalam kandungan. Jika konsep pendidikan yang diberikan kesinambungan, tentu akan memudahkan Ayah Bunda dalam memberikan pendidikan dan tingkat keberhasilannya pun akan semakin baik. Dalam artian, jika Ayah Bunda sudah memberikan teladan sejak kandungan dan mengajak interaksi di masa itu maka hal tersebut akan memudahkan Ayah Bunda dalam memberikan pemdidikan pada usia berikutnya.

Maka Ayah Bunda, keteladanan adalah sesuatu yang mutlak di terima oleh anak - anak. Keteladanan yang diberikan oleh orang - orang terdekat yakni Ayah Bunda. Bahkan keteladanan ini bisa dikembangkan, karena bisa jadi dalam 1 rumah ada banyak orang, misal ada Ayah Bunda, Kakek Nenek dan paman, maka dalam kasus seperti ini harus ada kekompakan dalam 1 rumah sehingga pendidikan akan sangat jelas terarah dan anak - anak bisa fokus pada teladan yang diberikan


Selamat aktivitas ....

Senin, 23 Desember 2019

0 - 6 Tahun ... AYAH BUNDAKU HEBAT !

TANGISANMU BAHAGIA KAMI

Setelah kurang lebih 9 bulan lamanya dalam kandungan disertai heroiknya Ayah Bunda, tibalah ia pada gerbang menuju pintu dunia. Gerbang ini yang kemudian kita kenal fase kelahiran. Coba Ayah Bunda, ingat kembali ketika istri kita hendak melahirkan, suara apa yang di nanti ? Dengan segala galaunya, kepanikannya, saat menunggu di depan ruang persalinan hanyalah suara tangisan bayi kita yang kita tunggu. Iyakan ? Suara tangisan bayi kita menjadi senyum terikhlas kita, seakan kita menang akan sebuah pertandingan besar. Memang benar sih, buat Bunda, melahirkan adalah pertandingan, pertandingan hidup dan mati. Sakitnya saat itu mungkin tak dapat lagi diceritakan. Tak ada rasa sakit yang menyamai saat kondisi genting saat hendak lahiran. Namun ketika tangisan bayi mungil kita, rasa sakit itu seakan langsung hilang. Ajaib bukan ? Dan Ayah serta keluarga yang lain pun sangat bahagia. Maka tak salah jika saya menuliskan kalimat, tangisanmu bahagia kami.

Sampailah sang buah hati di dunia bersama kita, keluarga baru kita. Kehadirannya, telah merubah semua suasana keluarga. Semuanya menjadi bahagia ... Bahagia yang diiringi oleh canda tawa sang buah hati. Namun di sini perjuangan berikutnya akan dimulai lagi. Iya, perjuangan Ayah Bunda dalam mendidik anak telah masuk pada ronde berikutnya. Mutia Anggraeni dalam tulisannya mengatakan bahwa usia 0 - 3 tahun merupakan usia emas, di masa ini anak akan menjadi peniru ulung (https://parenting.dream.co.id/ibu-dan-anak/pedoman-penting-saat-mengasuh-anak-usia-0-3-tahun). Memahami apa yang disampaikan oleh Mutia Anggraeni di atas, maka dalam usia tersebut anak tidak butuh banyak ucapan, yang dibutuhkan adalah perilaku Ayah Bunda setiap hari. Tentunya perilaku yang sangat mendidik. Sehingga pada masa - masa ini para orang tua sangatlah penting untuk memperhatikan setiap perilaku yang hendak diperbuat. Karena pada masa ini kita sebagai orang tua menjadi sorotan layar rekaman yang super. Rekaman yang susah dihapus, dan rekaman yang mampu menjadi pondasi dasar buat sang buah hati dalam menapaki kehidupan berikutnya.

Teringat seorang anak yang masih usia 2,5 tahun, Panggil aja dia si cakep Abidzar, dia selalu menggerakkan tangannya layaknya seorang juru parkir ketika ayahnya mulai mengeluarkan mobil dari garasinya. Dan hal itu selalu terulang dan terulang di hari berikutnya. Selidik punya selidik, ternyata anak ini sering melihat ayahnya melakukan hal tersebut ketika ada relasinya mulai mengendarai mobil. Maklumlah Ayahnya adalah seorang montir mobil.

Hal tersebut tentu bukan sebagai kebetulan saja melainkan ada pelajaran buat Ayah Bunda, ternyata apa yang kita lakukan itu cenderung di tiru oleh anak kita yang masih usia 0 - 6 tahun. Bahkan peniruannya bisa sama persis dengan yang kita lakukan. Coba Ayah Bunda bayangkan, bagaimana seandainya yang dilakukan Ayah Bunda semuanya adalah hal positif yang syarat dengan ilmu buat anak kita, tentu anak kita akan menjadi luar biasa hebatnya sejak dini. Yang dimaksud dengan hal positif yang syarat dengan ilmu, misal Ayah Bunda selalu sholat shubuh tepat waktu, mengawali semua aktivitas dengan bacaan Basmalah, disiplin olah raga, berdoa ketika hendak dan selesai makan, berdoa ketika hendak dan bangun tidur, senantiasa berkata sopan dan tebar senyum pada orang lain, dan lain sebagainya. Tentu anak kita akan meniru dan bisa jadi dia lakukan setiap hari. Tentu kita sepaham, jika suatu perbuatan yang dilakukan setiap hari dengan secara berulang maka hal itu akan menjadi karakter diri. Iya kan ? Maka, sekali lagi Anda bayangkan jika anak kita melakukan hal positif setiap hari dan di ulang - ulang maka anak - anak akan menjadi pribadi yang memiliki karakter sholeh. Karakter yang Anda bentuk tanpa sekolah formal tanpa banyak bicara, akan menjadi karakter dan pondasi dia dalam menapaki hidupnya kelak.

So, usia 0 - 6 tahun pendidikan anak berada di tangan orang tuanya. Berada di dalam keluarga. Dan ini yang disebut pendidikan usia emas. Maka jangan lewatkan masa - masa ini dengan menitipkan anak - anak pada orang lain atau pengasuh. Lebih - lebih pada orang yang karakternya sungguh jauh dari sholeh / sholehah. Anda sayang anak Anda bukan? Tentu dong, maka mari kita asuh dan didik anak kita mulai dari kandungan hingga usia keemasan. Jangan pernah lelah, Ayah Bunda !

KEINGINAN JELANG TIDUR

  Jangan tanya ya, kenapa? Karena mata sebenarnya tinggal 5 Watt tapi keinginan masih 100 persen.  Dan entah dari mana, saat ini butuh sekal...