Ibu, aku rindu... Aku ingin pelukanmu. Pelukan hangat yang senantiasa menghangatkan semangatku. Ibu, engkau adalah kekuatan terhebatku. Senyummu, amarahmu selalu aku rindukan
"Aku gak mau pulang, lebih baik aku tinggal di pesantren bersama teman teman, dari pada aku pulang dan hidup bersama ibu tiriku ", kata Fathur pagi itu. Dia yang kini tumbuh sebagai remaja yang ganteng dan penuh dengan semangat belajar, namun dibalik itu ada duka yang mendalam terkait ibu tiri yang tidak pernah dia sayangi. Bagi dia, ibu kandunglah yang berhak akan dirinya, meski semuanya tak bisa lagi dia minta. Ibu kandung yang telah lama pergi dan tak bisa kembali, membuat dia harus keluar rumah dan tinggal di pesantren.
Begitulah keterikatan hati anak sama ibu kandungnya. Sebuah ikatan tanpa pengesahan, ikatan tanpa butuh pengakuan. Wahai ibu, disaat usia mu sehat maka jangan kau telantarkan anakmu. Apapun yang kau lakukan, sungguh akan membuat dia semakin sayang padamu. Engkau ibu, sungguh mulia. Gelarmu tak bisa digantikan oleh siapapun di dunia ini.
Ibu, tugas kedinasan yang amat lama. Sejak, mentari hendak terbit, hingga mentari hilang tak terlihat sama sekali. Tanpa mengenal lelah, tanpa mengharap balasan. Hanya satu harapan dalam hatimu, kebahagiaan Ananda tercinta di Dunia Akhirat.
Doa doa yang terlepas dari lesan lembutmu selalu membuat diri semangat. Ridlomu yang selalu buat kami menatap tajam masa depan. Tanpamu kami tak bisa apa-apa. Ridhomu selalu kami nanti dalam setiap langkah, salam ... Love my mother.
Ibu, tugas kedinasan yang amat lama. Sejak, mentari hendak terbit, hingga mentari hilang tak terlihat sama sekali. Tanpa mengenal lelah, tanpa mengharap balasan. Hanya satu harapan dalam hatimu, kebahagiaan Ananda tercinta di Dunia Akhirat.
Doa doa yang terlepas dari lesan lembutmu selalu membuat diri semangat. Ridlomu yang selalu buat kami menatap tajam masa depan. Tanpamu kami tak bisa apa-apa. Ridhomu selalu kami nanti dalam setiap langkah, salam ... Love my mother.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar